http://www.amazon.com/s/ref=
edisi bahasa indonesia
http://www.momentum.or.id/
Menurut pandangan ini, Alkitab bukan sekedar tradisi manusia abad
pertama, meskipun memang ada unsur tradisi di dalamnya. Alkitab juga
bukan sekedar tulisan manusia, meskipun memang ada unsur keterlibatan
manusia dalam penulisannya. Tetapi, sesungguhnya Alkitab adalah Firman
Allah. Karena Alkitab adalah Firman Allah, maka Alkitab tidak bersalah
terhadap segala hal yang dinyatakannya. Karena itu, Alkitab memegang
kuasa dan otoritas tertinggi dalam kehidupan. Sebenarnya, menurut
keyakinan kami, inilah pernyataan Alkitab tentang dirinya, dan ini
jugalah yang merupakan pandangan kami. Kami setuju dengan tokoh
reformasi, Martin Luther yang mengatakan:
"No one is bound to believe more than what is based on Scripture. The
Word must be believed against all sight and feeling and understanding.
It also has the primacy over dreams, signs and wonders. (Tidak
seorangpun diharuskan untuk mempercayai sesuatu lebih daripada apa yang
dikatakan Alkitab. Alkitab harus dipercayai melebihi penglihatan,
perasaan dan pengertian. Dia juga memiliki keutamaan lebih dari
mimpi-mimpi, tanda-tanda serta mukjizat-mukjizat).
ALKITAB ADALAH FIRMAN ALLAH (3-7)
. |
Apa dasarnya seseorang menerima Alkitab sebagai Firman Allah?
berpandangan bahwa Alkitab harus dibuktikan terlebih dahulu sebagai
Firman Allah baru diterima. Bagaimana tanggapan Anda terhadap metode
penerimaan Alkitab dengan cara pembuktian tersebut?
Sesungguhnya, kalau kita mau jujur, maka ada beberapa kesulitan yang
muncul dengan metode pembuktian ini.
Pertama, kalau Alkitab adalah Firman Allah, apakah ada bukti yang cukup
syarat untuk membuktikan kebenaran Alkitab tersebut? Kalau ada
(sebenarnya tidak ada), apakah bukti tersebut tidak perlu dibuktikan
lagi? Nah, kalau sudah begini, jadi seperti lingkaran setan, bukan?
Kedua, kalau kita mau menerima Alkitab sebagai Firman Allah berdasarkan
bukti, manakah sekarang yang lebih tinggi dan berotoritas nilainya?
Alkitab, atau bukti tersebut? Bolehkah hal ini terjadi? Seharusnya tidak
boleh.
Ketiga, apakah peranan bukti terhadap yang dibuktikan? Jikalau Alkitab
adalah Firman Allah, tetapi tidak ada yang berhasil membuktikannya
sebagai Firman Allah, apakah Alkitab tersebut berubah menjadi bukan
Firman Allah? Sebaliknya, jika ada kitab yang dianggap Kitab Suci dan
berhasil dibuktikan sebagai Firman Allah -padahal sebenarnya bukan-
apakah kitab tersebut berubah menjadi Firman Allah? Untuk hal ini,
tentu kita semua dapat menjawabnya. Itulah sebabnya, kita harus menolak
metode menerima Alkitab dengan pendekatan pembuktian.
Jika demikian halnya, bagaimanakah seseorang dapat menerima Alkitab?
Dalam hal ini, John Calvin memberi jawaban: "Biarlah Alkitab sendiri
membuktikan dirinya sebagai Firman Allah. Sebagaimana siang mampu
membedakan dirinya dari malam, terang dari gelap, demikian juga Alkitab
mampu membedakan dirinya dari kitab-kitab lainnya, yang memang bukan
Firman Allah". Atau seperti apa yang pernah ditegaskan oleh seorang
pembicara seminar: "Kalau singa itu adalah singa sejati, biarkanlah dia
membuktikan kesejatiannya. Kita tidak usah ribut berdiskusi dan
berdebat, apakah singa yang sedang kita lihat itu adalah singa sejati,
atau hanyalah sebuah patung!".
Pendekatan seperti itulah yang disebut dengan the internal witness of
the Holy Scripture (kesaksian internal Kitab Suci).
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah metode ini dapat diterima?
Jawabnya, tentu, dan seharusnya demikian. Karena sesungguhnya kesejatian
memiliki ciri-cirnya sendiri. Demikian juga sebaliknya. Karena itu,
marilah kita melihat sepuluh alasan yang bersifat kesaksian internal,
yang menunjukkan bahwa sesungguhnya Alkitab adalah Firman Allah.
Pertama, Alkitab mengatakan dirinya Firman Allah.
Rasul Paulus menulis: "Segala tulisan diilhamkan Allah, memang
bermanfaat untuk mengajar." (II Tim.3:16) Jadi jelas terlihat dari ayat
ini bahwa Alkitab diilhamkan Allah (kata diilhamkan dalam bahasa Yunani
adalah qeopneustoV). Benar, kata "segala tulisan" menunjuk kepada
Alkitab Perjanjian Lama. Karena itu, seorang bertanya, "Apakah semua
tulisan dalam Perjanjian Lama diilhamkan oleh Allah? Bagaimana dengan
keberatan kelompok tersebut di atas, bahwa ada 'firman iblis' dan
nasehat dari sahabat-sahabat Ayub yang ternyata salah? Dalam hal ini,
kita melihat pengertian Firman Allah secara langsung dan tidak langsung.
Maksudnya, kata-kta iblis tersebut di atas dan nasehat-nasehat dari
Elifas dan kawan-kawannya telah diilhamkan Allah untuk ditulis dalam
Alkitab. Tentu saja Allah tidak bermaksud mengilhami para penulis
Alkitab untuk menulis hal tersebut supaya diikuti. Sebaliknya, supaya
pembaca Alkitab belajar dari padanya. Dengan perkataan lain, melalui hal
itu, Allah ingin berfirman kepada manusia.
Kenyataan lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa kalimat,
"Demikianlah Firman Allah", atau "Allah berfirman" sering kita dapati
dalam Perjanjian Lama, khususnya dalam kitab Musa. Sebagai contoh:
Kej.1:3,6,9; Kel.5:1; 6:1; 7:1; Im.1:1; 4:1 dan seterusnya. Perlu untuk
kita ketahui bahwa dalam kitab Musa, istilah tersebut di atas terdapat
kira-kira 800 kali, dan sekitar 2000 kali dalam seluruh Alkitab
Perjanjian Lama.
Kita telah melihat Alkitab Perjanjian Lama, lalu bagaimana kita mengerti
Perjanjian Baru sebagai kitab yang diilhami Allah juga? Untuk menjawab
pertanyaan ini, kita perlu melihat otoritas atau wibawa para Rasul.
Sebagaimana kita lihat dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus sendiri telah
memilih mereka untuk menjadi murid-muridNya. Selama kurun waktu 3 tahun
penuh Tuhan Yesus mengajar mereka melalui perkataan dan tindakan. Lebih
dari itu, mereka menyaksikan sendiri apa yang dilakukan Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus telah mempersiapkan mereka untuk kelak menjadi pemberita-
pemberita Injil. Dia telah mengutus mereka dengan kuasa dari atas. Dia
juga berjanji mengutus Roh Kudus yang akan menyertai mereka. Dia
bersabda: "Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa
dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan
akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu"
(Yoh.14:26) Sesungguhnya, ayat firman Tuhan ini sangat penting,
khususnya berkenaan dengan apa yang sedang kita bahas. Yang menjadi
pertanyaan adalah, apakah kita yakin bahwa Roh Kudus mampu memimpin para
Penulis Alkitab Perjanjian Baru untuk menulis apa yang mereka dengar,
lihat dan saksikan? Sehubungan dengan ini, baik sekali kita melihat apa
yang ditegaskan dalam 1 Yoh.1:1-3:
"Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah
kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah
kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami
tuliskan kepada kamu. Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah
melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu
tentang hidup kekal yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah
dinyatakan kepada kami. Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami
dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga."
Sebagaimana Penulis katakan di atas, ayat ini sangat penting. Di sini
ditegaskan pengalaman nyata penulis (rasul-rasul) dengan Tuhan Yesus.
Hal itu ditegaskan dengan penggunaan kalimat perfect tense: telah kami
dengar, telah kami lihat, telah kami saksikan, telah kami raba dengan
tangan kami. Semua pengalaman tersebut sangat penting, dan sulit
disangkali; terutama pengalaman "meraba dengan tangan". Bagi orang
Yahudi, indra yang paling kongkrit dan paling sulit disangkali adalah
"meraba dengan tangan". Selain ayat penegasan ayat tersebut di atas,
rasul Petrus juga menegaskan hal yang sama. Dia menuliskan:
"Yang terutama harus kamu ketahui ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab
Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak
pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh
Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah" (II Pet.1:20-21).
(bersambung)
Kedua, sikap Tuhan Yesus yang menerima dan menjunjung tinggi Alkitab.
Sesungguhnya, Tuhan Yesus adalah teladan hidup kita, termasuk dalam
sikapNya terhadap Kitab Suci. Selama hidup Tuhan Yesus di dunia ini,
kita melihat ketaatanNya yang sempurna kepada Alkitab (Perjanjian Lama).
Sebagai contoh sangat nyata adalah ketika Dia mengalami pencobaan di
dipatahkan dengan ketaatanNya kepada Firman. Menghadapi godaan tersebut,
Dia mengutip Perjanjian Lama dengan memulai dengan mengatakan: "
tertulis…" (Mat.4:4,7,10).
melawan Iblis dengan mengutip Firman, dalam arti Firman tersebut
ditujukan buat si Iblis. Jika demikian, sepertinya, Iblis takut terhadap
Firman. Kami tidak setuju dengan penafsiran seperti ini. Kami lebih
setuju dengan pandangan yang mengatakan bahwa Iblis tidak memerlukan
Firman Tuhan. Karena itu, Dia mengutip itu bukan buat si Iblis, tetapi
buat diriNya sendiri, untuk ditaatiNya. Sungguh, di sini kita melihat
teladan yang sempurna sedang diperlihatkan oleh Tuhan Yesus kepada
seluruh umatNya, termasuk kepada kita semua. Di tengah-tengah pergumulan
yang sangat berat, di mana Dia dicobai berkali-kali, Tuhan Yesus
berkali-kali pula mengingatkan diriNya akan Firman Allah: "
tertulis…" Menarik untuk diperhatikan bahwa pada peristiwa tersebut di
atas, Tuhan Yesus mengutip dari Kitab Ulangan. Menurut kelompok
tertentu, Kitab Ulangan bukanlah Firman Allah, tetapi hanyalah kata-kata
Musa. Memang ada benarnya pendapat tersebut, karena memang hal itu
dikatakan oleh Musa (lihat Ulangan 8:1). Namun penting untuk kita
perhatikan bahwa istilah "Musa berkata" dan "Allah berfirman" sering
saling ditukarkan. Jadi hal itu dilihat identik. Karena Musa berkata
atas pimpinan dan kontrol Allah. Sebagai contoh, mari kita lihat kedua
ayat berikut:
"Sesungguhnya kamu harus berpegang pada ketetapanKu dan peraturanKu.
Orang yang melakukannya akan hidup karenanya; Akulah Tuhan. (Imamat
18:5).
"Sebab Musa menulis tentang kebenaran karena hukum Taurat. Orang yang
melakukannya akan hidup karenanya" (Ro.10:5).
Contoh lain adalah ketika ahli Taurat dan orang-orang Farisi meminta
tanda kepada Yesus. Yesus menegaskan:
"… tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi
Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga
malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal dalam rahim bumi tiga
hari tiga malam" (Mat.12:39b-40).
Kutipan di atas juga menarik, karena banyak orang menolak kisah nabi
Yunus tersebut. Menurut mereka, peristiwa yang diceritakan Alkitab
tersebut, "Yunus dalam perut ikan" sungguh tidak masuk akal. Itu adalah
dongeng. Hal itu hanya cocok untuk cerita anak-anak sekolah minggu.
Sedangkan untuk orang dewasa, yang benar, adalah "ikan dalam perut
Yunus". Namun demikian, Tuhan Yesus menerima kebenaran kisah tersebut
dan menjadikannya gambaran diriNya yang kelak juga akan ada di 'perut'
bumi, dan bangkit pada hari ketiga.
Selanjutnya, jika kita melihat kisah dua orang murid Tuhan Yesus yang
sedang berjalan menuju
harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat
Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur" (Luk.24:44). Hal itu
dinyatakanNya untuk menjelaskan penderitaan dan kematianNya, di mana
Dia dengan taat menjalaninya demi menggenapkannya.
Dengan tepat Prof. Donald Bloesch menulis:
"The absolute authority of faith, the living Christ Himself, has so
bound Himself to the Sacred Scripture". (Penguasa mutlak iman itu,
yaitu Kristus yang hidup itu sendiri, telah begitu mengikatkan diriNya
kepada Kitab Suci).
Jika Tuhan Yesus telah memberi sikap yang sedemikian hormat dan taat
kepada Alkitab, selayaknyalah kita juga mengikutinya. Ketika Tuhan Yesus
menerimanya, siapakah kita yang berani menolaknya? Ketika Tuhan Yesus
sedemikian menghormati Alkitab, siapakah kita sehingga berani meragukan
dan merendahkannya?
Ketiga, superioritas dan keistimewaan ajaran Alkitab.
Sebenarnya dapat dikatakan bahwa isi sebuah kitab menggambarkan penulis
(sumber kitab) tersebut. Karena itu, tulisan anak Sekolah Dasar dapat
dibedakan dari tulisan mahasiswa di tingkat universitas. Hal itu cukup
dilakukan dengan membaca isi tulisan tersebut, tanpa terlebih dahulu
bertanya siapa penulis buku tersebut. Demikian juga, jika Alkitab adalah
Firman Allah, maka isinya akan menunjukkan hal tersebut. Dan memang
demikian halnya yang kita temukan, ajaran Alkitab menunjukkan nilai
superior dan bersifat istimewa jika dibandingkan dengan kitab-kitab
lainnya, termasuk tulisan para filsuf sekalipun. Jika kita simak
baik-baik, ajaran Alkitab bersifat mutlak dan universal, tidak dibatasi
oleh tempat dan waktu. Contoh, ajaran Alkitab tentang kasih, kebenaran,
dosa, penciptaan, dll. Mengenai kasih, Alkitab menguraikan:
"Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak
memegahkan diri dan tidak sombong dan ia tidak melakukan yang tidak
sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan
tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu,
percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung
segala sesuatu" (I Kor.13:4-7).
Jika kita perhatikan dan renungkan makna kasih sebagaimana dituliskan di
atas, kita pasti kagum. Adakah penjelasan dan penguraian kasih yang
sedemikian dalam dan lengkap seperti penjelasan Alkitab tersebut di
atas? Lalu, bicara tentang kebenaran dan dosa, kedua hal ini seringkali
sulit didefenisikan. Itulah sebabnya, masing-masing orang dapat memberi
pengertiannya sendiri tentang makna kata "kebenaran" dan "dosa". Karena
itu, pengertiannya bisa menjadi sangat relatif. Namun demikian, Alkitab
dengan tegas dan jelas berbicara tentang kedua hal tersebut. Itulah
sebabnya, ketika Daud, yaitu seorang raja yang begitu berkuasa penuh di
zamannya, berzinah dengan Batsyeba, dia ditegur oleh nabi Natan (baca II
Sam.12:1-15). Raja Daud tidak bisa lari dari kebenaran Allah. Dia tidak
bisa memutar balikkan kebenaran tersebut, betapa hebatpun kuasanya. Maka
ketika dia diperhadapkan kepada kebenaran mutlak seperti itu, dia
bertobat dan berkata: "Aku sudah berdosa kepada Tuhan" (II Sam.12:13).
Dalam pengakuan dosanya, raja Daud berteriak: "Terhadap Engkau, terhadap
Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kau anggap
jahat" (Maz.51:6). Jadi, dari seruan Daud tersebut dapat kita lihat
dengan jelas ukuran dosa, yaitu apa yang Allah anggap jahat. Allah
merupakan ukuran dan standard kebenaran. Sikap Daud tersebut juga
menjadi contoh yang baik bagi umat yang percaya. Sekalipun dia raja yang
sangat berkuasa, namun dia tetap menempatkan Firman Allah di atas
kekuasaannya. Karena itu, dia tunduk terhadap Firman yang disampaikan
oleh hambaNya.
Bicara soal moral, Alkitab juga memberikan prinsip moral yang sangat
agung: "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat
kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka" (Mat.7:12).
menurut mereka ini, hanya orang bodohlah yang dapat menerima dan
mempercayainya. Namun kami melihat bahwa tuduhan tersebut keterlaluan
dan sungguh menyangkali fakta yang ada. Pada kenyataannya, banyak
ilmuwan dan orang yang sangat genius yang pernah hidup di bumi ini
menaruh imannya pada Alkitab. Dengan sangat mudah kita dapat menyebut
nama-nama besar yang sangat setia kepada Alkitab. Sebagai contoh, Prof.
C.S. Lewis (1898-1963), seorang yang sangat cerdas dan guru besar dari
Universitas Oxford menegaskan bahwa tidak ada dokumen yang paling dapat
dipercaya dan paling lengkap dibandingkan dengan Alkitab. Contoh lainnya
adalah Prof. W.F. Albright seorang ahli arkeologi menulis: "Tidak
diragukan lagi bahwa arkeologi telah meneguhkan fakta-fakta sejarah yang
penting dalam tradisi Perjanjian Lama". Demikian juga dengan Prof.
Miller Barrow dari Universitas Yale menulis: "Beberapa ahli purbakala
makin lebih menghargai Alkitab karena pengalaman penggalian di Palestina
dan ilmu purbakala membantah pandangan kritik modern dalam banyak
masalah yang pernah dikemukakan"" Di pihak lain, Nelson Glueck menulis:
"Tidak ada satupun penemuan purbakala yang bertentangan dengan
keterangan- keterangan dalam Alkitab" .
Menarik sekali mengamati penegasan dan kesimpulan dari Arkeolog-Arkeolog
tersebut di atas. Kelihatannya, ketika sebagian Teolog-Teolog meragukan
Alkitab, Allah telah membangkitkan Arkeolog-arkeolog untuk menyatakan
kebenaran Alkitab tersebut. Sebenarnya, kalau kita mau jujur dan terbuka
terhadap Alkitab, kita dapat menemukan pernyataan-pernyataan Alkitab
yang sejalan dengan science. Sebagai contoh, kita membaca bahwa Alkitab
mengatakan, bumi ini bulat (Yes.40:21-22); bumi berputar (istilah ini
tidak muncul, tetapi pengertian adanya kondisi siang hari di satu tempat
dan pada saat yang sama, malam hari di tempat lain, dapat dijelaskan
dengan adanya perputaran bumi, baca Luk.17:24, 34-35). Alkitab juga
menjelaskan bahwa bintang tidak terhitung banyaknya (Kej.15:5). Semua
pernyataan di atas, sejalan dengan ilmu pengetahuan.
(bersambung)
Keempat, kuasa Alkitab yang mengubah hidup
Adalah merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa berjuta-juta
manusia yang hidup dalam dosa, frustrasi, tanpa pengharapan dan ingin
bunuh diri, mengalami perubahan hidup setelah mereka membaca dan
merenungkan Alkitab.
Boice. Pada satu pertemuan dari kelompok Bala Keselamatan (Salvation
Army) di tempat terbuka, Dr H.A. Ironside diundang untuk bersaksi di
hadapan kira-kira 60 orang. Setelah dia menyaksikan kuasa Kristus
melalui firmanNya yang telah mengubah hidupnya, seorang yang berpakaian
rapi tiba-tiba maju ke depan dan menyodorkan kartu nama yg di baliknya
ada tulisan "Tuan, saya mau menantang Anda untuk berdebat dengan saya
mengenai Agnostisme versus Kekristenan di aula Academi Science, hari
Minggu depan sore, jam 16.00". Tawaran tersebut diterima oleh Dr
Ironside dengan satu persyaratan, yaitu dia harus membawa sertanya pada
pertemuan tersebut seorang pria dan seorang perempuan, yang dahulu
hidupnya rusak. Tetapi, setelah mendengar Agnostisisme tersebut, hidup
mereka
diubahkan menjadi orang baik dan setia mengikuti ajaran tersebut.
Sementara itu, Ironside berjanji akan membawa 100 orang menyertainya dan
menjadi saksi hidup di mana hidup mereka dahulu rusak, tetapi berubah
setelah mendengar Firman Tuhan. Kemudian Ironside menoleh ke arah
pimpinan Bala Keselamatan tersebut dan bertanya: "Captain, have you any
who could go with me to such a meeting?". Pemimpin tersebut menjawab:
"We can give you forty at least just from this one corps".
Setelah itu, Ironside berkata kepada orang tersebut diatas:
"Now Mr…., I will have not difficulty in picking up sixty others from
the various missions, Gospel halls, Evangelical Churches of the city… I
will come marching in at the head of such a procession with the band
playing 'Onward, Christian Soldier', and I will be ready for the
debate". (Sekarang Tuan…, saya tidak akan memiliki kesulitan untuk
mengumpulkan 60 orang lain lagi dari berbagai missi penginjilan,
kebaktian penginjilan, dari gereja-gereja Injili di kota ini… kami akan
datang berbaris diiringi musik band, dengan nyanyian, "Laskar Kristen
Maju". Saya siap untuk perdebatan tersebut).
Apa yang terjadi kemudian? Ternyata debat tersebut tidak jadi
terlaksana. Karena orang Agnostik tersebut tidak datang. Mengapa? Diduga
karena dia mengalami kesulitan untuk membawa orang sertanya yang
memenuhi persyaratan di atas. Artinya, sekalipun faham Agnostiknya
tersebut dianggap hebat, namun pada kenyataannya, tidak ada orang yang
mengalami perubahan hidup dari keadaan rusak menjadi baik setelah
mendengar dan mengikuti faham tersebut. Sebaliknya yang terjadi dengan
Injil. Allah telah merubah hidup berjuta-juta orang termasuk bapak
gereja, Augustinus dan Reformator besar M. Luther. Ayat pertobatan
Augustinus, yang pertama sekali sungguh mengubah hidupnya adalah: "Hari
sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita
menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan
senjata terang! (Roma 13:12). Setelah membaca ayat tersebut, dia
bersaksi bahwa Allah memberi kuasa dalam hidupnya untuk meninggalkan
hidup lamanya yang rusak. Demikian juga dengan tokoh reformasi Martin
Luther, dia mengalami peristiwa khusus dalam hidupnya. Atau meminjam
kalimat yang digunakannya: "surga terbuka untukku pada saat membaca ayat
itu. Ayat yang dia baca adalah: "Sebab aku tidak malu pada Injil, karena
Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yg
percaya...Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari
iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: 'orang benar akan
hidup oleh iman' " (Ro.1:16-17))
Dengan melihat contoh-contoh di atas, maka semakin jelaslah kebenaran
Alkitab yang mengatakan:
"Sebab Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang
bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan
roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan
pemikiran hati kita". (Ibr.4:12). "Bukankah FirmanKu seperti api,
demikianlah Firman Tuhan, dan seperti palu yang menghancurkan bukit
batu" (Jer.23:29; baca juga Jer.20:7-9).
Semoga kita semua juga mengalami kuasa firman Tuhan tersebut dalam diri
dan kehidupan kita sehari-hari.
Kelima, kesatuannya yang ajaib
Bagaimanakah sikap kita terhadap Alkitab yang sedang kita baca tersebut?
Setiap kita membaca buku tentu dipengaruhi beberapa hal, antara lain:
siapa penulisnya, penerbitnya, dan bagaimana proses pembuatan buku
tersebut. Bicara soal faktor-faktor tersebut di atas, maka jelaslah
Alkitab melampaui semua buku. Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan
Alkitab. Karena Alkitab yang terdiri dari 66 kitab itu ditulis oleh 40
orang penulis dari latar belakang yang berbeda. Ada dari latar belakang
'jenderal' seperti Musa, gembala seperti Amos dari Tekoa, raja seperti
Daud, nabi seperti Yesaya dan Yeremia, nelayan seperti Petrus, dokter
seperti Lukas, orang pemerintah seperti Matius, filsuf seperti Paulus.
Selain itu, Alkitab juga ditulis dalam kurun waktu yang sangat lama
yaitu kira-kira 1400 tahun! Proses penulisan kitab-kitab tersebut sampai
akhirnya dikanonkan sungguh merupakan keajaiban juga.
Hal lain yang menarik untuk diperhatikan adalah bagaimana
Penulis-penulis tersebut dapat saling melengkapi dalam tulisannya.
Padahal, mereka tidak pernah bertemu dan merundingkan batasan-batasan
tulisan mereka. Bahkan ada yang berani menuliskan sesuatu yang bersifat
nubuatan dan yang secara logika tidak masuk akal, meskipun dia tidak
sempat menyaksikan penggenapan tulisan tersebut. Sebagai contoh, nabi
Yesaya menuliskan seorang perempuan muda akan mengandung (Yes.7:14b).
Dalam bahasa Yunani, kata "perempuan muda" adalah parthenos, yang juga
berlaku untuk seorang dara (Inggris: virgin). Nubuatan tersebut baru
digenapi jauh sesudah Yesaya meninggal dunia, yaitu kira-kira 700 tahun
kemudian, di mana ketika Maria mengandung dari Roh Kudus, Matius
menulis: "Supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi:
'Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung…' (Mat.1:23)'"
Barangkali ada yang bertanya: "Mengapa Alkitab tersebut dapat saling
melengkapi dan secara berkesinambungan memberitakan satu berita mulai
dari penciptaan hingga datangnya Kristus yang kedua kalinya? Adakah
pribadi yang mengatur mereka ini? Jawabnya tentu, ada. Sebagaimana
disaksikan oleh rasul Petrus:
"Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab
Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak
pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh
Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah" (II Pet.1:20-21).
(bersambung).
Keenam, kemurniannya.
Sekiranya ada orang yang masih ragu terhadap Alkitab, namun mau membaca
Alkitab dengan hati yang terbuka dan sungguh-sungguh, maka kami akan
bertanya kepadanya tentang kemungkinan penulis Alkitab tersebut. Jika
disimak dengan baik, maka kita melihat Alkitab menelanjangi kelemahan
manusia berdosa, tanpa kecuali. Termasuk di sini adalah kelemahan para
nabi (Ini juga keunikan Alkitab dibandingkan dengan kitab suci lainnya).
Itulah sebabnya, nabi Musa, pemimpin besar
Alkitab bahwa dia pernah membunuh. Padahal, ketika Musa menerima
kesepuluh hukum Taurat dari Allah, salah satu di antaranya adalah
perintah untuk jangan membunuh (hukum ke-6). Dari sini kita dapat
membayangkan kesulitan yang dialami Musa ketika menyampaikan Taurat
tersebut kepada umat
sebelumnya akan peristiwa pembunuhan tersebut.
Kemudian, nabi Abraham yang disebut dengan istilah bapak orang beriman
-merupakan gelar yang sangat tinggi dan mulia yang hanya diberikan
kepada Abraham- namun Alkitab mencatat kelemahan Abraham ketika dia
berkata kepada istrinya: "Katakanlah bahwa engkau adikku, supaya aku
diperlakukan mereka (orang-orang Mesir) dengan baik… dan aku dibiarkan
hidup" (Kej.12:13) Hal seperti ini dilakukannya lagi ketika dia bertemu
Abimelekh (lihat Kej.20).
Hal yang sama juga terjadi kepada Daud. Dia adalah nenek moyang orang
Yahudi. Mereka bangga serta menjunjung tinggi leluhur mereka. Meskipun
demikian, Alkitab tetap 'mempermalukan' Daud dan orang-orang Yahudi,
keturunannya, yaitu dengan mencatat penyelewengannya (perselingkuhannya)
dengan Batsyeba. Daud kemudian ditegur oleh Nabi Natan (lihat Maz 51 dan
II Sam.12:1-15). Sebenarnya masih banyak contoh lain lagi yang dapat
kita catat di sini yang menunjukkan dosa-dosa tokoh-tokoh rohaniwan
dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Mengapa demikian? Siapakah
pengarang Alkitab sesungguhnya? Setan kah? Manusia berdosakah? Apakah
itu ditulis semata-mata karena kehendak dan keinginan Nabi-nabi? Jika
sekiranya Penulis bebas menulis menurut keinginannya, tentulah mereka
akan menyembunyikan cacat-cacat mereka tersebut. Maka jawaban terhdap
pernyataan di atas adalah, sumber Alkitab tidak lain adalah Allah, yang
memerintahkan Penulis-penulis untuk menuliskannya.
Ketujuh, ketepatan nubuat dan nilai nubuat yang tiada
Bicara tentang nubuatan, memang Alkitab menubuatkan hal-hal yang luar
biasa yang membuat kita kagum dan bersyukur kepada Allah atas nubuatan
tersebut. Untuk itu, marilah kita melihat tiga nubuatan besar berikut:
Pertama, tentang terbuangnya bangsa
kembali setelah 70 tahun. Hal ini dapat kita baca dengan jelas dalam
kitab Dan.9:1-2; Jer.25. Sebenarnya, ketika Alkitab menubuatkan bahwa
bangsa
hampir mustahil terjadi. Karena ketika nubuatan tersebut diberikan,
sedang begitu kuat dan berkuasa. Mereka malah menaklukkan
bangsa bangsa lain di sekitarnya. Namun Allah telah menyatakan kepada
para Nabi apa yang akan terjadi pada bangsa
menghukum mereka akibat dosa-dosa mereka. Hal itu kemudian digenapi
dalam sejarah.
Kedua, tentang tersebarnya orang-orang Yahudi ke berbagai penjuru dunia.
Kita dapat membaca peristiwa ini dalam kitab Ulangan 28, Hosea 9,
Jer.24, sedangkan nubuatan bahwa mereka akan kembali ke tanah mereka di
Israel dapat kita baca pada Yehez.36 dan 37. Ketika Alkitab menubuatkan
bahwa orang-orang Yahudi yang tercerai berai ke seluruh penjuru dunia
itu akan kembali bersatu, hal itupun merupakan keajaiban Allah juga.
Orang bertanya: "Bagaimanakah hal itu mungkin terjadi? Alkitab telah
melakukan kesalahan…" Tetapi, sejarah kembali membuktikan bahwa Alkitab
sungguh benar. Karena ternyata benar, secara ajaib, orang-orang Yahudi
tersebut kembali ke negeri asalnya, ketika mereka memprolamirkan
kemerdekaannya.
Ketiga, nubuat tentang Tuhan Yesus. Alkitab juga mencatat hal yang luar
biasa tentang Tuhan Yesus. Belum pernah ada satu buku yang mencatat
hidup seseorang sedemikian lengkap sebelum orang tersebut dilahirkan ke
dalam dunia. Kita dapat mencatat buku tentang biografi atau kisah hidup
seseorang. Tetapi hal itu dilakukan setelah dia lahir dan menjalani
hidupnya. Tetapi Alkitab mencatat siapa dan bagaimana Tuhan Yesus justru
sebelum Dia lahir ke dalam dunia. Alkitab mencatat
yaitu di sebuah
perempuan muda, yaitu perawan Maria (Yes.7:14). Tujuan hidupNya juga
dicatat secara jelas yaitu untuk menghancurkan pekerjaan si Iblis
(Kej.3:15). Namun demikian, dalam hidupNya, Dia akan banyak menderita
bahkan mati secara memalukan (Yes.52:13-53:12). Tetapi Alkitab juga
mencatat bahwa Tuhan Yesus akan mengakhiri hidupNya dengan penuh
kemenangan dan kemuliaan, yaitu melalui kebangkitan dan kenaikanNya ke
Sorga serta kedatanganNyakembali ke dalam dunia (Baca Maz.22-24).
Kedelapan, sifat universalnya
Apa yang disampaikan dan diajarkan oleh Alkitab melampaui
batasan-batasan suku, kaum, bahasa dan bangsa. Oleh karena itu, isi
Alkitab tidak pernah tidak cocok dengan suku atau bangsa tertentu.
Mengapa? Karena Alkitab adalah Firman Allah yang melampaui segala
batasan waktu dan tradisi manusia. Kita setuju jika seorang mengatakan
bahwa Alkitab itu adalah handbooknya orang berdosa. Karena itu ajaran
Alkitab selalu relevan dengan manusia, di mana manusia sudah berdosa dan
membutuhkan berita pengampunan dosa. Itulah sebabnya, manusia di segala
abad dan tempat, yang sungguh-sungguh mencintai dan membaca Alkitab
telah beroleh banyak nasehat, pengajaran, penghiburan serta berkat yang
melimpah.
Kesembilan, ketahanannya terhadap segala serangan
Marilah kita renungkan kenyataan ini: Alkitab adalah satu-satunya kitab
yang paling banyak diserang dan dikritik. Alkitab juga adalah
satu-satunya kitab yang paling terbuka untuk dikritik, karena ditulis
dalam berbagai bahasa, di mana telah diterjemahkan ke lebih dari 1700
bahasa. Tetapi apa yang terjadi? Penyerang-penyerang Alkitab meninggal
dan berlalu, namun Alkitab yang diserang tersebut tetap bertahan hingga
sekarang dan menjadi berkat bagi berjuta-juta manusia yang mau terbuka
dan sunguh-sungguh mau mencari kebenaran. Konon katanya, Voltaire,
seorang gembong rasionalist abad ke-18 pernah menghina Alkitab dengan
mengatakan bahwa Alkitab (yang ketika itu ada di tangannya) akan segera
lenyap tidak sampai 50 tahun lagi. Setelah mengatakan hal itu, dia
melemparkan Alkitab tersebut dan dengan sangat berani mengatakan: "Tidak
lama lagi, kitab ini hanya akan ditemukan di Museum". Pada kenyataannya,
Voltaire yang di 'museumkan' alias meninggal dunia tidak sampai 50 tahun
kemudian! Menarik sekali mendengar bahwa kemudian tempat tinggal
Voltaire tersebut dibeli oleh orang Kristen dan dijadikan tempat
percetakan Alkitab. Tidakkah hal ini juga dapat dikatakan suatu
peristiwa yang ajaib?
Bagaimanakah kita menjelaskan semua hal di atas? Mengapa Alkitab dapat
sedemikian kokoh dan tegar dan tetap 'berdiri' di tengah-tengah zaman
yang terus memusuhinya? Hal itu, sebenarnya sudah ditegaskan oleh Tuhan
Yesus, ketika Dia bersabda: "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi
perkataanKu tidak akan berlalu" (Mat.24:35; baca juga Mat.5:18).
Sepuluh, pengalaman pribadi
Setelah melihat semua hal tersebut di atas, sebenarnya kita masih dapat
melihat dari berbagai sisi, sebagai internal witness (kesaksian
internal) yang menunjukkan bahwa Alkitab sungguh menyatakan dirinya
Firman Allah. Namun, salah satu hal yang sangat penting adalah
pengalaman Anda sendiri. Sesunguhnya, pengalaman adalah guru yang sangat
dapat dipercaya, meskipun tentunya kita tidak menjadikan pengalaman di
atas kebenaran Alkitab. Tetapi, pengalaman tersebut dapat meneguhkannya.
Apakah Anda memiliki pengalaman pribadi yang sungguh-sungguh nyata yang
meneguhkan kebenaran dari apa yang sedang kita bahas, bahwa Alkitab
adalah Firman Allah? Kalau ada, terpujilah nama Tuhan yang telah
memberikan pengalaman itu, dan marilah kita dengan tekun dan gigih
membagikan hal itu kepada orang lain untuk meneguhkan iman mereka.
Tetapi, andaikata Anda belum pernah mengalami kuasa Alkitab sebagaimana
dialami oleh orang-orang tersebut di atas, mohonlah rahmatNya agar hal
itu juga Anda alami.
|
Alkitab adalah Firman Allah, demikian pembahasan kita pada bab sebelumnya. Mengapa? Sebagaimana telah kita sudah lihat di atas, karena Alkitab mengatakan dirinya Firman Allah, karena Alkitab itu sungguh diilhami oleh Allah. Ini jugalah yang menjadi keyakinan kaum Injili. Tetapi apakah artinya Alkitab diilhami Allah? Bagaimanakah hal itu terjadi? Sejauh manakah Alkitab diilhami oleh Allah? Jikalau Alkitab sungguh diilhami Allah, apakah akibat pengilhaman tersebut? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan kita bahas di bawah ini.
1. Arti Pengilhaman (Inspirasi)
kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah" (II Pet.1:20-21).
Untuk mengerti arti kata pengilhaman (dalam bahasa Inggris adalah inspiration; Theopneustos dalam bahasa Yunani), marilah kita melihat pandangan beberapa tokoh besar.
B.B. Warfield, salah seorang teolog besar abad ke-20, yang memiliki pandangan yang tinggi (sikap hormat) terhadap nilai inspirasi Alkitab, menegaskan: "The Greek term has, however, nothing to say of inspiring or of inspiration: it speaks only of a 'spring' or 'spiration'. What it says of Scripture is, not that it is 'breathed into by by God' or is the product of the Divine 'in breathing' into its human authors, but that it is breathed out by God…the product of the creative breath of God".
Karena itu, Warfield menegaskan bahwa apa yang dinyatakan oleh ayat yang sangat penting ini adalah bahwa Alkitab adalah hasil karya Allah. Alkitab itu bersumber dari Allah, di mana Allah bukan sekedar melakukan tindakan pengilhaman kepada diri Penulis Alkitab, lalu Penulis dengan bebas menulis apa yang diilhamkan tersebut. Akan tetapi, Allah sendiri melalui dan dari diri Penulis mengatakan kebenaranNya. Dalam hal ini Warfield mengakui bahwa dalam ayat di atas tidak ada petunjuk bagaimana
Allah beroperasi menghasilkan Alkitab tersebut.
Demikian juga, J.I. Packer, seorang guru besar di Regent College, Kanada, memiliki pandangan bahwa 'inspired by God' sebagai 'breathed out from God". Untuk memberi ide utama istilah ini, Packer mensejajarkannya dengan kitab Mazmur33:6, yang berbunyi: "Oleh Firman Tuhan langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulutNya segala tentaranya". Kemudian Packer
menulis: "… the thought here is that, just as God made the host of heavens by the breath of his mouth, through His own creative fiat, so we should regard the Scriptures as the product of a similar creative fiat". (Ide yang terkandung di sini adalah seperti Allah menjadikan segala tentara Sorga oleh nafas mulutNya, oleh kuasa penciptaanNya, demikian juga kita melihat Kitab Suci sebagai hasil dari ciptaan Allah).
Di pihak lain, I.H. Marshall, guru besar bidang Perjanjian Baru di Universitas
Kudus terhadap Penulis-penulis Alkitab yang menjadikan tulisan mereka "an accurate record of the revelation or which resulted in what they wrote actually being the Word of God". (Sebuah catatan yang tepat dari wahyu atau apa yang dihasilkan dari tulisan mereka sesungguhnya adalah Firman Allah". Selanjutnya, dia melihat wahyu sebagai kebenaran yang disingkapkan Allah kepada manusia (Penulis-penulis), sedangkan inspirasi adalah tindakan Penulis-penulis tersebut untuk mengkomunikasikan wahyu
tersebut di atas kepada orang-orang lain dalam bentuk tulisan. Erickson menulis: "Revelation might be thought of as a vertical action, and inspiration as a horizontal matter". Karena itu, menurut Erickson, ada wahyu tanpa inspirasi dan ada juga inspirasi tanpa wahyu. Kami setuju dengan Erickson bahwa dalam seluruh Alkitab ada pernyataan Alkitab tersebut memiliki sumber yang bersifat ilahi atau "the actual speech of the Lord" (sabda Tuhan yang sesungguhnya).
Sebagaimana telah kita bahas di atas, Erickson menunjuk II Tim.3:16 dan II Pet.1:20-21 sebagai contoh bagaimana Penulis-penulis Alkitab Perjanjian Baru melihat Alkitab Perjanjian Lama sungguh-sungguh bersumber dari Allah. Disamping itu, dia juga menunjuk Kis.1:16, yang berbunyi: "Hai saudara-saudara, haruslah genap nats Kitab Suci, yang disampaikan Roh Kudus dengan perantaraan Daud tentang Yudas…" Ayat ini adalah merupakan kutipan dari Maz.69:25 dan Maz.109:8. Di sini rasul Petrus tidak hanya melihat kata-kata Daud bersifat otoritatif (memiliki kuasa) tetapi bahkan melihat ucapan Daud tersebut sebagai sabda Allah yang sesungguhnya, di mana rasul Petrus melihat hal itu sebagai "… disampaikan Roh Kudus dengan perantaraan Daud. (Kis.1:16b; lihat juga Kis.3:18,21; 4;25).
Selanjutnya, mari kita lihat apa artinya "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat…" (II Tim.3:16). Dalam bahasa Yunani kalimat tersebut berbunyi: Pasa graphe Theopneustos kai ophelimos…"
Apa bedanya penterjemahan yang mengandung arti yang hampir sama tersebut di atas? Bila yang pertama yang diambil maka penekanan kalimat ada pada fungsi atau bermanfaatnya tulisan tersebut. Tetapi bila yang kedua, maka penekanan kalimat ada pada peneguhan pengilhaman atau inspirasi seluruh tulisan (Alkitab Perjanjian Lama). Sebagai catatan di sini, cara Lembaga Alkitab
Cara manakah penterjemahan yang paling tepat? Erickson benar ketika dia menyimpulkan bahwa dari konteksnya kita tidak dapat menyimpulkan apa yang sesungguhnya yang mau disampaikan oleh rasul Paulus. Di pihak lain, penterjemahan yang memberi peluang untuk mengerti bahwa ada tulisan yang tidak diilhamkan Allah telah ditolak dengan tegas oleh Prof. Marshall. Dia menulis,
"… This suggestion can be confidently rejected, since no New Testament writer would have conceived of the possibility of a book being
classified as Scripture and yet as not being inspired by God". (Pandangan yang mengatakan bahwa ada tulisan yang tidak diilhami Allah harus ditolak dengan tegas. Karena tidak ada Penulis Perjanjian Baru yang berpandangan adanya kitab yang dapat dimasukkan dalam kanon Kitab Suci tetapi sesungguhnya kitab itu tidak diilhami oleh Allah).
Karena itu, meskipun konteks tidak memastikan cara penterjemahan yang harus diambil (apa yang sesungguhnya maksud rasul Paulus), tetapi dari sikap Penulis-penulis Perjanjian Baru dalam memperlakukan Perjanjian Lama, dapat kita simpulkan bahwa Alkitab Perjanjian Lama, seluruhnya adalah diilhami Allah. Hal itulah yang kita lihat dari II Pet.1:19-21; Yoh.10:34-35; Luk.24:44-45.
Sekarang pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah, dapatkah pengertian tersebut di atas juga diterapkan untuk Alkitab Perjanjian Baru? Jawaban kita, dapat. Sebagaimana Erickson juga menulis: "It should be clear that these New Testament Writers regarded the Scriptures as being extended from the prophetic period to their own time" (Adalah jelas bahwa
Penulis-penulis Perjanjian Baru melihat Kitab Suci yaitu mulai dari periode Nabi-nabi Perjanjian Lama sampai ke zaman mereka). Sebenarnya, apa yang dikatakan oleh rasul Paulus pada II Tim.3:16 menjadi semakin jelas dari tulisan rasul Petrus pada II Pet.1:19-21. Sebagaimana Warfield menulis: "In that case, what Peter has to say of this 'every prophecy of Scripture' -the exact equivalent …in this case of Paul's 'every Scripture' (II Tim.3:16) - applies to the whole Scripture in all its parts".
Beberapa Teori Pengilhaman
Pertama-tama perlu ditegaskan di sini, bahwa teori pengilhaman bukanlah merupakan hal yang sederhana. Marilah
kita melihat beberapa teori di bawah ini.
Pertama, teori intuisi
Menurut teori ini, pengilhaman adalah semacam penglihatan yang amat tajam. Karena itu, Penulis-penulis dilihat sebagai seniman yang memiliki kemampuan berimajinasi atau mengembangkan perasaannya, sehingga mereka dianggap genius-genius dalam keagamaan.
Kedua, teori iluminasi (Pencerahan)
Teori ini mengakui keterlibatan Roh Kudus dalam diri Penulis-penulis Alkitab, tetapi keterlibatanNya hanya sebatas meningkatkan kemampuan normal mereka.
Ketiga, teori dinamis
Teori ini menekankan keterlibatan kedua pribadi yaitu Allah dan manusia dalam pengilhaman dan penulisan Alkitab. Roh Kudus dilihat sebagai pengarah ide atau konsep yang akan dituliskan. Tetapi membiarkan Penulis-penulis tersebut sepenuhnya mengembangkan kepribadiannya dalam memilih kata dan cara pengungkapannya.
Keempat, teori verbal
Teori ini menegaskan bahwa Roh Kudus tidak sekedar mengarahkan ide atau konsep sesuatu yang akan ditulis, tetapi melebihi itu, termasuk dalam pemilihan kata-kata. Jadi, keterlibatan Roh Kudus begitu penuh sehingga setiap kata adalah merupakan kata sesungguhnya yang Allah inginkan dalam menuliskan pesan Allah. Namun pandangan ini tidak sama dengan dikte.
Kelima, teori dikte.
Teori ini mengajarkan bahwa Allah sesungguhnya mendiktekan seluruh isi Alkitab kepada para Penulis Alkitab. Jadi bagaikan seorang guru kepada murid-muridnya, di mana guru tersebut mendiktekan kata demi kata yang kemudian dicatat oleh murid-muridnya. Demikianlah Alkitab didiktekan oleh Allah kepada para Penulis.
J.I Packer menegaskan bahwa inspirasi mengambil beberapa bentuk:
Pertama, a dualistic inspiration
Di dalam bentuk ini, penerima wahyu tetap dalam keadaan sadar akan perbedaan dirinya sebagai pendengar dan penulis wahyu dengan Allah sebagai Pembicara. Hasil dari komunikasi seperti ini adalah nubuatan nubuatan dalam Perjanjian Lama dan penglihatan-penglihatan yang diwahyukan kepada Daniel dan Yohanes di Pulau
Kedua, lyric inspiration
Di sini pengilhaman Allah menyatu dengan proses pembentukan mental dan konsenterasi Penulis. Hasil dari inspirasi ini adalah kitab Mazmur, Amsal dan beberapa kitab Ayub serta beberapa bentuk doa dalam Alkitab.
Ketiga, organic ispiration
Bentuk inspirasi seperti ini menghasilkan kitab-kitab sejarah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, surat-surat rasuli dan kitab-kitab Amsal dan Pengkhotbah.
Dari berbagai teori tersebut di atas, kita melihat betapa tidak sederhananya teori pengilhaman tersebut. Karena itu, kita sulit
memastikan pandangan mana yang benar. Kembali kepada apa yang telah ditegaskan oleh Dr. I.H. Marshall di atas, doktrin pengilhaman tidaklah menjelaskan bagaimana sesungguhnya Allah menjadikan Alkitab tersebut.
Melihat berbagai bentuk teks Alkitab, barangkali J.I. Packer lebih mendekati kebenaran.
Walaupun kita tidak tahu secara tepat tentang proses pengilhaman tersebut, satu hal dapat dipastikan yaitu bahwa Alkitab tersebut
bersumber dari Allah. Alkitab tersebut adalah hasil karya Allah yang seharusnya kita syukuri keberadaannya. Karena itu, kita akan membacanya dengan segenap hati serta berambisi untuk mentaatinya dalam hidup sehari-hari.
3. Akibat Pengilhaman
Di atas, kita telah melihat berbagai teori pengilhaman Alkitab. Sesungguhnya sikap dan keyakinan kita terhadap pengilhaman
Alkitab tersebut sangat penting. Karena hal itu akan mempengaruhi sikap kita selanjutnya terhadap Alkitab tersebut.
Apa maknanya bahwa Alkitab diilhami Allah? Jika kita sungguh percaya bahwa Alkitab sungguh-sungguh diilhami Allah -terlepas
dari bentuk atau teori mana yang kita terapkan dari berbagai teori tersebut di atas- dan jika kita percaya serta menerima
akan keterlibatan Roh Kudus secara penuh mengontrol dan memimpin para Penulis Alkitab, maka kita dapat menyimpulkan hal-hal
penting berikut ini:
a. Inspirasi dan kanon
F.F. Bruce menegaskan bahwa selama berabad-abad inspirasi dan kanon Alkitab telah begitu menyatu dalam pemikiran Kristen.
Karena itu, Bruce menulis: "… books are included in the canon, it isbelieved, because they were inspired". (Kitab-kitab dimasukkan ke dalam kanon Alkitab karena dipercayai bahwa kitab-kitab itu diilhami oleh Allah).
Sebenarnya, adanya kenyataan bahwa kitab-kitab Perjanjian Baru kemudian dimasukkan atau digabungkan dengan Alkitab Perjanjian Lama sebagai bagian dari "segala tulisan" (II Tim.3:16), secara wajar dapat disimpulkan bahwa kitab-kitab Perjanjian
Baru tersebut adalah diilhami oleh Allah. Bruce juga menegaskan, "That they were (and are) so inspired is not to be denied".
Demikian juga, Packer menulis: "God gave us the New Testament canon, by inspiring the individual books that make it up".
(Allah memberikan kepada kita kanon Kitab Suci, dengan mengilhami tiap-tiap Kitab yang membentuk Kitab Suci tersebut).
b. Inspirasi dan kesatuan
Bicara soal kesatuan Alkitab ini, menarik sekali apa yang ditegaskan oleh Karl Barth, bahwa hanya dalam kesatuan inilah
kesaksian Alkitab adalah kesaksian dari wahyu Allah. Demikian juga, Millard Erickson menyimpulkan bahwa kesaksian yang menyatu dari Penulis-penulis Alkitab menunjukkan bahwa Alkitab berasal dari Allah. Hal ini menurutnya menunjukkan fakta yang kuat dari adanya keterlibatan Allah mengilhami Alkitab tersebut.
c. Inspirasi dan infallability serta inerrancy
Apa yang dimaksud dengan infallibility dan inerrancy Alkitab? Infallibility berhubungan dengan pesan Alkitab, bahwa Alkitab
tidak Akan menyesatkan pembacanya, sedangkan inerrancy menegaskan tentang Ketepatan sumber Alkitab tersebut. Kedua hal tersebut sangat penting. Karena itulah Packer berpendapat bahwa penolakan
terhadap tuduhan yang diberikan terhadap Alkitab, yaitu bahwa Alkitab memberi pernyataan-pernyataan yang salah, telah menjadi
ciri-ciri kaum Injili. Dia menulis, "As soon as you confict Scripture of making the smallest mistakes, you start to abandon
both the biblical understanding of biblical inspiration and also the systematic functioning of the Bible as the organ of God's
authority, his rightful and effective rule over His people's faith and life". (Segera Anda yakin bahwa Kitab Suci membuat
kesalahan-kesalahan terkecil maka Anda akan mulai meninggalkan pandangan Alkitabiah tentang pengilhaman Alkitab serta fungsi
Alkitab sebagai alat Allah yang berotoritas, kebenaran dan kuasanya atas iman dan hidup umatNya).
Kami setuju kepada pandangan bahwa inspirasi mencakup infallibility dan inerrancy (Nanti akan kita lihat di akhir artikel ini
berbagai macam inerrancy). Jadi, alasan kita untuk menerima infallibility dan inerrancy Alkitab adalah karena Alkitab diilhami oleh Allah. Martin Luther, sang reformator telah menegaskan ketidakbersalahan Alkitab ketika dia menghubungkan Alkitab
dengan bapak-bapak gereja. Dia menegaskan: "I am ready to trust them, only when they give me evidence
for their opinion from Scripture which has never erred". (Saya bersedia mempercayai mereka hanya jika mereka memberikan
kepada saya bukti terhadap pendapat mereka dari Kitab Suci, yang tidak pernah bersalah)
d. Inspirasi dan sikap dapat dipercaya
Bagi mereka yang menerima ketidakbersalahan Alkitab, baik dari segi pesannya (infallibility) dan ketepatan sumbernya (inerrancy),
otomatis akan menerima sifat Alkitab yang sepenuhnya dapat dipercaya (trustwothiness of the Bible). Mereka bahkan membela
sifat ketidakbersalahan Alkitab tersebut agar sifat dapat dipercaya ini dapat ditegakkan.
Menarik sekali mengamati pandangan tsb di atas, yg diberikan oleh para ahli kelas dunia, seperti J.I. Packer, seorang professor dan
lulusan dari sebuah universitas terkemuka di dunia, yaitu Universitas Oxford. Dengan demikian kita bisa menegaskan bahwa
pandangan yg Injili tsb di atas, tidak dikatakan oleh seorang yg bodoh, yang 'hanya' percaya kepada apa yang dituliskan
dalam Alkitab. Di pihak lain, jangan dikira bahwa mereka yang menolak pandangan seperti itu adalah orang pintar. Sebaliknya, cukupbanyak orang yang sesungguhnya bodoh dan masih dalam tahap pemula dalam belajar teologia, namun sudah memberikan pandangan yg merendahkan Alkitab. Kita meyakini bahwa keempat hal tersebut di atas merupakan kebenaran yang sangat penting yang harus kita pegang teguh. Dengan demikian, kita akan semakin menghargai dan mempercayai Alkitab serta berambisi untuk melakukan ajaran dan perintahnya dalam hidup kita. Karena itu, marilah kita dengarkan seruan
Rasul Yakobus berikut:
"Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna yaitu hukum yang memerdekakan
orang dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya" (Yak.1:25).
(bersambung)
INFALLIBILITY DAN INERRANCY ALKITAB (11-13 SELESAI)
. |
Kita telah melihat bahwa infallibility Alkitab berkaitan dengan pesan Alkitab, bahwa Alkitab tidak akan menyesatkan pembacanya, sedangkan inerrancy berkaitan dengan ketepatan sumber Alkitab tersebut. Pada umumnya kaum Injili menerima kedua hal tersebut. Tetapi ada juga yang hanya menerima infallibility Alkitab dan menolak sifat inerrancynya.
kesalahan ketika menuliskan Alkitab tersebut. Di sisi lain, ada juga yang tidak mau menggunakan kedua istilah tersebut di atas. Mereka memberi istilah lain yaitu the trustworthiness of the Bible (Sifat Alkitab yang layak dipercaya). Karena menurut kelompok ini, dengan mengatakan Alkitab adalah Firman Allah, sudah cukup dengan mengakuinya sepenuhnya layak dipercaya. Mereka menolak istilah tersebut di atas karena menurut mereka, hal itu berbau ilmiah, sedangkan bahasa Alkitab bukanlah selamanya disampaikan dengan bahasa ilmiah. Karena itu, Alkitab tidak boleh dipaksa menyatakan kebenarannya dengan cara-cara ilmiah. Hal tersebut sama seperti karya sastra yang tidak boleh dibaca atau dimengerti dengan pendekatan matematik. Telah kita sebutkan di atas bahwa umumnya kaum injili menerima infallibility dan inerrancy Alkitab. Tetapi ada juga kaum injili yang menerima yang pertama dan menolak sifat yang kedua. Mengapa? Karena menurut mereka mengatakan bahwa Alkitab tidak memberi pesan yang
menyesatkan, itu pasti dan jelas. Namun, mengatakan bahwa Alkitab tidak bersalah dalam segala hal ditinjau dari segi apapun, termasuk dari hal ilmiah, akan menimbulkan masalah. Karena itu, kelompok yang menerima inerrancy Alkitabpun masih memiliki pengertian yang berbeda dengan istilah tersebut. Karena itu, kita akan melanjutkan dengan berbagai macam pandangan tentang inerrancy Alkitab.
1. Beberapa Macam Inerrancy
Sebagaimana telah kita ihat di atas, teori pengilhaman Alkitab bukanlah sesuatu yang sederhana. Demikian juga dengan inerrancy. Karena itu, Millard J. Erickson membagi inerrancy menjadi beberapa macam, yaitu:
a. Absolute inerrancy
Kelompok ini percaya bahwa Alkitab sepenuhnya benar dalam segala hal, termasuk dalam hal-hal ilmiah dan sejarah. Jadi kalau Alkitab menulis tentara yang mengikuti Gideon sebanyak32000 orang (Hak.7:3), maka memang angka tersebut persis demikian.
Sepertinya kelompok ini, percaya bahwa Penulis-penulis Alkitab memang bermaksud untuk menuliskan hal-hal yang berbau ilmiah dan sejarah secara persis. Nampaknya, kelompok ini dalam membela kebenaran dan ketidakbersalahan Alkitab telah melakukan kesalahan, yaitu dengan mencoba mengerti Alkitab dengan kacamata yang berbeda dari Penulis-penulisnya. Apakah memang maksud Penulis Alkitab sampai setepat (sepersis) itu? Apakah pembaca Alkitab pada zaman itu telah menuntut
ketepatan seperti itu?
laporan bahwa kebaktian kebangunan rohani di gereja X dihadiri sebanyak 3000 orang tiap malam. Pertanyaan kita adalah, apa artinya angka tersebut? Apakah itu berarti bahwa yang hadir persis 3000 orang, tidak kurang dan tidak lebih? Itukah sesungguhnya yang dimaksud oleh laporan tersebut? Kalau tidak persis demikian, salahkah laporan tersebut? Tentu tidak. Karena yang dimaksud di
b. Full inerrancy
Kelompok ini sama dengan kelompok di atas dalam hal pengakuan bahwa Alkitab sepenuhnya benar, khususnya dalam hal yang menyangkut theologia dan hal-hal rohani. Mereka ini mengakui bahwa sekalipun tujuan utama Penulis-penulis Alkitab bukanlah menyodorkan data-data ilmiah dan sejarah, namun dalam hal inipun Alkitab benar. Perbedaan kelompok ini dengan kelompok di atas adalah dalam hal bagaimana mereka mengerti hal-hal yang berkaitan dengan ilmiah dan sejarah. Bagi kelompok ini,
hal-hal tersebut bersifat fenomenal, yaitu memberikan gambaran atau perkiraan. Jadi, tidak harus persis demikian, kecuali memang Penulis Alkitab tersebut bermaksud memberikan hal yang persis, bukan perkiraan atau gambaran. Karena itu, kelompok ini mengatakan, "What they teach is essentially correct in the way they teach it".
Nampaknya, pandangan inilah yang dianut oleh banyak ahli dari kaum Injili, termasuk dianut oleh Millard Erickson. Ini jugalah yang
dinyatakan oleh beberapa sekolah theologia Injili. Sebagai contoh, Trinity Evangelical Divinity School, Illinois, menulis dalam katalognya: "We believe the Scriptures, both Old and New Testaments, to be the inspired Word of God, without error in the original writings, the complete revelation of His Will for the salvation of men, and the Divine and final authority for all Christian faith and life. (Kami percaya bahwa Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, adalah Firman Allah yang diilhami Allah, tanpa kesalahan dalam naskah-naskah aslinya, wahyu yang sempurna yang menyatakan kehendakNya untuk keselamatan manusia, bersifat ilahi dan merupakan otoritas terakhir bagi seluruh iman dankehidupan Kristen).
c. Limited inerrancy
Kelompok ini berpendapat bahwa ketidakbersalahan Alkitab adalah yang berkaitan dengan ajaran keselamatan orang berdosa. Bagi mereka ini, Penulis-penulis Alkitab ketika menulis hal-hal yang bersifat ilmiah dan sejarah mencerminkan pengertian mereka waktu itu. Mereka ini tunduk kepada keterbatasan mereka ketika menulis Alkitab. Jadi, adanya wahyu dan pengilhaman tidak membuat Penulis-penulis Alkitab melampaui kemampuan normal mereka. Allah tidak mewahyukan hal-hal ilmiah dan sejarah kepada Penulis Alkitab. Jadi mereka memang bisa salah dalam hal-hal itu. Namun tidak boleh dikatakan Alkitab bersalah, karena Alkitab tidak mengajarkan itu. Kelompok ini menegaskan bahwa untuk segala hal yang diajarkan Alkitab, Alkitab sungguh benar. Pandangan ini nampaknya terlalu menekankan satu sisi dari penulisan Alkitab, yaitu unsur manusianya, dan melupakan unsur ilahinya, yaitu
keterlibatan Allah dalam penulisan Alkitab. Kenyataan menunjukkan bahwa ketika kita membaca Alkitab, kita tidak hanya melihat unsur manusianya, meskipun hal itu ada. Namun kita juga melihat unsur ilahi di dalamnya. Sebagai contoh, bagaimanakah Yesaya dapat menuliskan bahwa bumi ini bulat (Yes.40:22) kalau dia hanya menulis berdasarkan kemampuannya saja? Bagaimanakah rasul Petrus, yang sebenarnya hanya seorang nelayan yang kurang berpendidikan dapat membingungkan manusia dan pemimpin agama di zamannya? Marilah kita perhatikan fakta yang ditulis berikut: "Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka." (Kis.4:13).
Sebagai catatan, kata "tidak terpelajar" dalam bahasa Yunani adalah agrammatoi kai idiotai. Bagaimanakah kita menjelaskan kenyataan bahwa rasul Petrus adalah seorang "idiotai", namun dapat menulis seperti surat-suratnya, di mana para ahli saat inipun tetap merasa kurang mampu sepenuhnya memahami tulisannya?
d. Inerrancy of purpose
Menurut kelompok ini, Alkitab tidak bersalah dalam arti Alkitab menggenapkan tujuannya. Wahyu yang dinyatakan dalam Alkitab adalah untuk membawa manusia kepada persekutuan dengan Allah. Jadi Alkitab bukan sekedar mengkomunikasikan dalil-dalil kebenaran. Karena itu, dalam hal ini, Alkitab secara effektif telah mencapai tujuannya. Pandangan ini juga lemah, sebab dalam kenyataannya, tujuan Alkitab tidak hanya membangkitkan emosi dan kemauan manusia agar datang kepada Allah. Alkitab juga memberi pengertian kepada para pembacanya. Dan lagi, bukankah tujuan sangat dipengaruhi juga oleh apa yang dikomunikasikan?
Kalau kita meragukan isi dari apa yang dikomunikasikan tersebut, apakah hal itu mencapai tujuannya?
2. Terdapat Kesalahan?
Memang benar, kepercayaan kepada inerrancy Alkitab bukanlah ajaran Alkitab itu sendiri. Keyakinan ini sebenarnya merupakan akibat wajar dari doktrin pengilhaman Alkitab, yaitu bahwa Alkitab itu diilhami oleh Allah. Kita sudah mengatakan di atas bahwa tidak ada penjelasan bagaimana proses pengilhaman itu terjadi. Alkitab hanya mengatakan bahwa
Apakah The Da Vinci Code “adalah penyerangan yang paling serius terhadap Kekristenan”?
| | Lihat halaman ini dalam bahasa: Inggris (English)English, Albania (Shqip), Bahasa Bulgaria - Български, Catalan, Cek (česky), Chinese traditional, Belanda (Nederlands), Perancis (Français), Itali (Italiano), Jepang, Korean, Slovak, Spanyol (Español), Tagalog (Filipino), Ukrainian Sudah menjadi rahasia umum apabila saat ini penyerangan terhadap Kekristenan baik di Amerika, Inggris dan di belahan bumi lainnya mengalami peningkatan yang luar biasa baik di media-media, sekolah, pengadilan dan yang paling sering adalah gereja. Dalam budaya yang secara sistematis berusaha untuk terus mendiskreditkan atau menjelekkan Kristus dan FirmanNya, Dr. Erwin Lutzer seorang pakar teologia yang juga adalah seorang pendeta untuk wilayah Chicago telah melakukan suatu penelitian dan berkesimpulan bahwa: “The Da Vinci Code merupakan penyerangan paling serius terhadap Kekristenan yang pernah saya saksikan.”[1] Terlepas dari pernyataan yang begitu berani, mari kita lihat lebih jauh tentang novel karya Dan Brown yang begitu terkenal ini, dimana segera filmnya dengan judul yang sama akan segera beredar dan akibat yang mungkin terjadi terhadap gereja dan kebudayaan. NovelBagaimanapun Dan Brown telah mampu membuat kita percaya bahwa “seluruh penjelasan tentang karya seni, arsitektur, dokumen-dokumen dan ritual-ritual rahasia dalam novel ini adalah benar-benar akurat,”[2] The Da Vinci Code merupakan karya fiksi, lengkap dengan orang baik, penjahat dan peristiwa-peristiwa berbahayanya. Sang tokoh protaganis, Robert Langdon, pakar pemecah kode dari Harvard, seorang yang memiliki karakter yang tulus tapi pasif dengan sedikit keruwetan. Novel ini menyajikan plot-plot yang bisa disebut luar biasa, dengan kalimat-kalimat yang cukup baik, sehingga tidak mudah terlupakan. Sebagai novel fiksi yang “popular” bisa dikatakan sangat menghibur,[3] namun sesuai dengan jenis novelnya belum tentu mampu menjadi novel klasik. Namun The Da Vinci Code telah menjadi sensasi dunia. Kejadian utama dalam novel ini yang begitu mampu menarik perhatian adalah tentang suatu teori konspirasi yang mengisahkan bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena. Setelah kematian Yesus, Maria kabur dengan anak mereka dan menjadi symbol “wanita suci” dari suatu agama pagan kuno. Teori ini bukan merupakan hal baru bagi Dan Brown; siapapun pelajar yang begitu serius mempelajari tentang sejarah eklesiastikal atau pelajaran tentang gereja pastilah sangat terbiasa dengan tradisi kuno ini (albeit aberrant), yang mana sejak lama telah dinyatakan baik oleh Katolik maupun Protestan adalah merupakan suatu bidah atau pelecehan.[4] Bagaimanapun, seseorang harus melakukan penggalian (bahkan tidak perlu terlalu dalam) terhadap dasar “sejarah” tentang tradisi ini untuk lebih yakin lagi, bahwa semua ini, hanyalah kisah fiksi belaka. Michael Baigent, Richard Leigh dan Henry Lincoln[5] membuat pernyataan yang mengagetkan sehubungan dengan penelitian yang mereka lakukan:
Namun penyerangan yang dilakukan oleh The Da Vinci Code terhadap Kristus dan Firman-Nya, Alkitab, meluncur lebih dalam dari hanya sekedar sebuah penyerangan teori konspirasi kuno belaka. Dengan menanamkan benih keraguan dalam pikiran pembaca tentang keberadaan Alkitab, baik novel maupun film-nya telah melakukan suatu penyerangan langsung terhadap otoritas Kitab Suci. Menurut sejarawan fiksi Leigh Teabing, salah satu tokoh rekaan Tuan Brown,[7] bahwa Kaisar Romawi Constantine telah memilih diantara injil-injil kuno dan memilih yang paling pas dengan agenda politik yang dijalankannya, termasuk juga menciptakan satu buku yang sekarang ini kita kenal sebagai Alkitab.[8] (Dalam kenyataannya, Kitab Suci kanonik belum diajukan pada konsili gereja sampai dengan kematian Constantine—Dewan Nicene Constantine lebih memperhatikan masalah ketuhanan dan kealamian Kristus.) Pelajaran sejarah Tuan Brown yang “fiksional” merupakan kecerdikan pseudo-academic dimana sejarah itu telah berulangkali ditolak oleh para cendikiawan sejarah dan ahli Alkitab.[9] Rasio KeemasanNovel itu juga menyebutkan tentang Leonardo Fibonacci di Pisa, seorang ahli matematika abad ke 13 yang telah menemukan suatu deretan angka dengan ketepatan yang sangat ganjil. Rangkaian perhitungan Fibonacci ini dimulai dengan bilangan nol, lalu satu, lalu setiap urutan berikutnya merupakan penjumlahan dari kedua angka sebelumnya (0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, dst.). Setelah beberapa angka-angka pertama, rasio antara setiap dua angka di dalam urutan itu adalah 1.618 (yakni, angka kedua adalah 1.618 kali lebih besar dari angka sebelumnya). Apa yang menyebabkan penelitian ini menjadi begitu siknifikan, dan bagaimana hal itu dapat berhubungan dengan kontroversi antara teori evolusi dan penciptaan? Rasio 1.618, dikenal oleh Paham Yunani kuno sebagai Proporsi Ilahi atau Golden Ratio, yang dapat ditemukan secara virtual dimana saja, baik dalam alam, seni, musik dan tata bangunan. Rasio itu bisa muncul dalam bentuk spiral seperti buah cemara, nanas, rumah kerang, tanduk, bunga matahari dan masih banyak lagi; juga rasio diantara setiap jari tangan dan kaki kita. Jumlah daun atau kuntum pada pohon seringkali merupakan angka Fibonacci; ini sebabnya bunga dengan lima kuntum lebih menyenangkan dipandang mata dari yang dengan empat kuntum. Persepsi kita tentang keindahan seringkali (tanpa sadar) berdasarkan ratio 1.618. Mengetahui hal ini, para komposer dan artis—termasuk Leonardo da Vinci—seringkali menjadikan ratio ini sebagai dasar hasil karya mereka. Sementara banyak dari fenomena yang ditonjolkan oleh Brown meragukan atau serta merta bisa dikatakan salah, * kehadiran dari Divine Proportion, atau phi, dalam alam terdokumentasi dengan jelas. Meskipun karakter fiksi Tuan Brown memberikan suatu gambaran kesimpulan yang salah, sangatlah sukar untuk membayangkan lebih banyak bukti yang meyakinkan bagi sebuah rancangan..** * Sebagai contoh, penonjolan yang dikemukakan Brown, bahwa ratio jantan terhadap betina dari lebah madu dalam “sarang manapun di dunia ini” adalah phi; Brown, hal. 94. ** “Ketika masyarakat kuno menemukan PHI, mereka yakin sekali bahwa mereka telah membentur dinding dunia, sebab itulah mereka melakukan penyembahan terhadap alam.” Brown, hal. 95. Idealnya, hanya mereka yang begitu naif yang mau mengambil hal tersebut untuk ditonjolkan sebagai karya fiksi; namun, kebenaran yang menyedihkan adalah banyak orang tidak terlalu mengangap penting Firman Tuhan, dan yang lebih buruk lagi mereka lebih memilih untuk tidak percaya kepada Firman itu.[10] Bagi mereka, kesalahan-kesalahan yang disajikan dengan pintar dalam Novel The Da Vinci Code adalah kebenaran yang mereka butuhkan agar supaya mereka dapat terus menolak otoritas Alkitab. Ironisnya, hal ini terdapat dalam konteks yang mana pembaca akan diperkenalkan pertama kali kepada hal yang sangat menarik yaitu tentang “Rangkaian Perhitungan Fibonacci dan Proporsi Ilahi.” Perhatikan sidebar untuk bukti yang mengagumkan yang mendukung terjadinya penciptaan, penciptaan. PenyeranganApakah pernyataan Pendeta Lutzer bahwa The Da Vinci Code adalah “penyerangan yang paling serius terhadap Kekristenan abad ini” adalah benar? Dalam suatu pengertian dia telah mendekati kebenaran, dalam hal tentang penyerangan terbesar terhadap Kekristenan dan Yesus Kristus, dan dalam maksud tertentu termasuk didalamnya menyerang Firman-firman yang diucapkan Kristus. Bagaimanapun, dalam peperangan ini, The Da Vinci Code hanyalah sebuah roda gigi kecil yang terdapat dalam sebuah roda raksasa. Berapa banyak para ahli teologia dan pemimpin Kristen menyadari bahwa mereka angkat tangan dalam menghadapi karya fiksi yang terus menerus mencoba untuk menyatakan bahwa ke-66 kitab yang terdapat dalam Alkitab tidak dapat dipercaya khususnya pada kitab Kejadian? Suatu hari The Da Vinci Code akan berangsur-angsur menghilang pesonanya, sementara generasi Kristen semakin dalam tenggelam dalam ketidakpercayaan. Disinilah perang sesungguhnya telah menerima hasilnya. Apakah saudara orang percaya atau bukan dan memilih (dengan keleluasaan) untuk membaca The Da Vinci Code atau menonton filmnya, tetap merupakan hal yang penting untuk mengiinformasikan ke seluruh aspek mengenai penyerangan terhadap Firman Allah ini – apapun bentuknya—dan “siap sedia untuk memberikan jawaban” (1 Petrus 3:15) dengan lemah lembut dan hormat dalam mengatasi berbagai tentangan terhadap injil Yesus Kristus. Referensi dan Catatan
Diterjemahkan oleh: Yuni Sihombing Penulis: Melinda Christian, Answers in Genesis USA Text copyright © 2006, Answers in Genesis USA, All Rights Reserved — except as noted on attached “Usage and Copyright” page that grants ChristianAnswers.Net users generous rights for putting this page to work in their homes, personal witnessing, churches and schools. Illustrations and layout copyright, 2006, Eden Communications. Informasi tambahan yang berhubungan
Tentang YESUS KRISTUS Jawaban untuk pertanyaan yang sering diajukan www.ChristianAnswers.Net |
II. Bagaimana Alkitab Dipersiapkan?
Bagian 6 : Penyiapan Alkitab
Banyak orang telah mempertanyakan latar belakang Alkitab, pembagiannya dan materi yang dipakai untuk menghasilkannya. Bagian ini akan menolong Saudara untuk memahami penyusunan, dan saya rasa, akan memberikan kesadaran kepada para pembaca untuk memberikan penghargaan lebih besar kepada Firman Allah.
Bahan Tulis yang Dipakai dalam Penyiapan Kitab Suci
Papirus . Karena tidak dapat menyelamatkan banyak naskah kuno (yang dimaksudkan dengan naskah adalah lembaran Kitab Suci yang ditulis dengan tangan) pada dasarnya disebabkan oleh karena bahan yang dipakai menulis itu mudah rusak.
“Semua . . . tulisan tangan,” demikian tulisan F.F. Bruce, “telah lama hilang. Tidak mungkin terjadi yang sebaliknya, jika naskah-naskah itu ditulis pada papirus, karena (sebagaimana yang telah kita pahami) bahwa hanya dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus papirus dapat bertahan cukup lama.”
Bahan tulis kuno yang lazim dipakai adalah papirus, yang dibuat dari tanaman papirus. Rumput buluh halus ini banyak tumbuh di danau-danau yang dangkal dan sungai-sungai yang ada di kawasan Mesir dan
The Cambridge History of the Bible memberikan catatan tentang bagaimana papirus dipersiapkan untuk menjadi bahan tulis: “Rumput buluh halus itu dicabut dan dibelah memanjang sehingga menjadi lembaran pipih sebelum dipukuli dan ditekan bersama untuk menjadi dua lapisan yang berposisi tegak lurus satu terhadap lainnya. Pada waktu sudah kering permukaannya yang keputih-putihan digosok dengan batu halus atau alat lain sejenisnya. Pliny menunjuk pada beberapa kualitas papirus, dan ditemukan bahwa ada variasi yang berhubungan dengan tebalnya maupun kualitas permukaannya sebelum zaman Kerajaan Baru (sejarah Mesir kuno tahun1580-1058 S.M.) ketika lembaran-lembaran yang ada seringkali sangat tipis dan agak tembus cahaya."
Serpihan papirus tertua yang dikenal manusia diperkirakan berasal dari tahun 2400 S.M. Naskah-naskah paling awal tertulis di atas papirus, dan sulit untuk bertahan kecuali tersimpan di tempat kering seperti gurun pasir Mesir atau di gua-gua seperti Gua Qumran tempat ditemukannya Gulungan Laut Mati. Papirus dipakai secara populer sampai dengan kira-kira abad ketiga Masehi.
Perkamen . Nama ini diberikan pada “kulit domba, kambing, antilup dan binatang-binatang lain yang disamak.” Kulit ini “dicukur dan dikerok” agar dihasilkan bahan tulis yang lebih tahan lama.
F. F. Bruce menulis bahwa “kata ‘perkamen’ berasal dari nama
Vellum . Nama ini diberikan pada kulit anak sapi. Seringkali vellum ini dicelup pada bahan warna ungu. Beberapa di antara naskah yang kita miliki saat ini ada dalam bentuk vellum ungu. Tulisan pada vellum berwarna ini biasanya dibuat dari prada emas atau prada perak.
J. Harold Greenlee mengatakan bahwa gulungan kitab tertua yang dibuat dari kulit berasal dari sekitar tahun 1500 S.M.
Ostraka . Ini adalah bahan tembikar kasar yang pada umumnya dipakai oleh rakyat kecil. Istilah teknisnya adalah “serpihan tembikar” dan ditemukan dalam jumlah sangat besar di Mesir dan Palestina (Ayub2:8).
Pen besi . Alat ini dipakai untuk mengukirkan tulisan pada batu.
Lempengan Tanah Liat dipahat dengan alat tulis tajam lalu dijemur untuk menghasilkan catatan tetap (Yeremia 17:13; Yehezkiel 4:1). Ini adalah yang termurah dan merupakan salah satu dari bahan tulis yang paling tahan lama.
Kayu Berlapis Lilin . Alat tulis dari besi tajam dipakai untuk mengukirkan tulisan pada papan kayu yang dilapisi dengan lilin.
Alat Tulis yang Dipakai dalam Penyiapan Kitab Suci
Pahat . Alat dari besi dengan ujung pipih untuk mengikis atau melubangi batu.
Alat Tulis (Stilus) Besi . “Alat bersisi tiga dengan ujung rata, stilus ini dipakai untuk membuat kesan pada lempengan tanah liat atau lempengan kayu berlapis lilin.”
Pen . Gelagah runcing “dibuat dari batang tanaman air (Juncus maritimis) sepanjang 6-16 inci, ujungnya dipotong rata dan pipih berbentuk pahat untuk menghasilkan goresan tebal dan tipis dengan menggunakan sisi lebar dan sisi tipisnya. Pena buluh ini dipakai dari awal milenium pertama di
Tinta biasanya adalah campuran antara “arang, getah dan air.”
Bentuk-bentuk Kuno Kitab Suci
Gulungan kitab
Gulungan kitab dibuat dengan cara merekat lempengan-lempengan papirus, lalu menggulung rangkaian lempengan ini pada sebuah batang penggulung dari kayu. Ukuran gulungan kitab ini terbatas karena kesulitan dalam penggunaan gulungan kitab itu. Tulisan biasanya hanya ditemukan pada salah satu sisi saja. Gulungan kitab yang bertulisan pada kedua sisinya disebut “Opisthograph” (Wahyu5:1). Beberapa gulungan kitab berukuran panjang 144 kaki. Panjang rata-rata gulungan kitab adalah 20 sampai dengan 35 kaki. Tidak mengherankan bahwa Callimachus, ahli katalog profesional buku-buku pada perpustakaan Iskandaryah, berkata “buku yang besar sama dengan kesulitan besar.”
Kodeks atau Bentuk kitab
Untuk mempermudah dalam membaca dan memperkecil ukuran bahan bacaan, lempengan-lempengan papirus itu disusun dalam bentuk lembaran serta ditulisi pada kedua sisinya. Greenlee mengatakan bahwa Kekristenan telah menjadi alasan utama dalam perkembangan bahan bacaan ke dalam bentuk kodeks atau kitab itu. Penulis-penulis klasik menggoreskan pena mereka di atas gulungan papirus sampai sekitar abad ketiga Masehi.
Merdeka dlm Kristus |
I. Keunikan Alkitab
Bagian 1 : Pendahuluan Keunikan Alkitab
Ungkapan seperti berikut ini terdengar berulang kali, layaknya piringan yang sudah tergores, “Wah, Anda tidak membaca Alkitab, bukan?” Kadangkala ungkapannya agak lain, “Lho, Alkitab hanyalah sebuah buku yang lain; Anda seharusnya membacanya . . . dsb.” Ada mahasiswa yang merasa bangga karena Alkitabnya terletak pada rak buku di antara buku- bukunya yang lain, mungkin berdebu, tidak pernah dibaca, namun kenyataannya bahwa Alkitab itu ada di sana bersama dengan “buku-buku hebat” lainnya.
Lalu ada juga dosen yang menghina Alkitab di hadapan para mahasiswanya dan menertawakan gagasan untuk membacanya, apa lagi untuk menyimpannya di dalam perpustakaan.
Pertanyaan-pertanyaan dan pengamatan di atas sangat mengganggu pikiran saya ketika, sebagai seorang yang belum percaya, saya berusaha untuk menyanggah keyakinan bahwa Alkitab itu Firman Allah kepada manusia. Pada akhirnya, saya sampai pada kesimpulan bahwa semuanya itu hanyalah ungkapan usang berdasarkan pandangan orang, baik pria maupun wanita, yang dipengaruhi oleh kecenderungan, prasangka atau keterbatasan pengetahuan mereka karena kurang membaca.
Alkitab seharusnya ada di tempat teratas pada rak buku, tanpa ada yang mendampinginya. Alkitab itu “unik.” Memang demikian! Gagasan-gagasan yang saya gumuli untuk mendefinisikan Alkitab terangkum dengan satu kata “unik.”
Tentu dalam pikiran Webster terlintas gagasan “Kitab di atas segala kitab” itu ketika ia memformulasikan definisi kata “unique”: “1. One and only; single; sole. 2. different from all others; having no like or equal.” (1. Hanya satu-satunya; sendiri; tunggal. 2. berbeda dari semua yang lain; tidak ada yang sama atau setara).
II. Profesor M. Montiero-Williams, mantan dosen Sansekerta di Boden, yang menggunakan masa 42 tahun untuk mempelajari kitab-kitab Timur, ketika membandingkan semuanya itu dengan Alkitab berkata:
“Susunlah kitab-kitab itu, jika Saudara mau, pada sebelah kiri di atas meja belajar Saudara; tetapi letakkan Alkitab Saudara di sebelah kanan – sendiri, tanpa didampingi yang lain – dengan jarak yang lebar di antara keduanya. Karena, . . . ada jurang di antara Alkitab dengan yang disebut sebagai kitab-kitab suci dari Timur itu, dan jurang itu sungguh-sungguh memisahkan satu dari yang lain secara mutlak, tanpa dapat dipertemukan, dan untuk selamanya . . . suatu jurang pemisah yang demikian luas dan dalam sehingga tidak dapat dijembatani oleh ilmu pengetahuan agamawi yang manapun.”
Bagian 2 : Unik dalam Kesinambungan
Ditulis dalam kurun waktu lebih dari 1500 tahun.
Penulis pertama kitab-kitab Perjanjian Lama adalah Musa yang hidup pada sekitar tahun 1500 S.M. Sedangkan Yohanes adalah penulis terakhir bagian dari Kitab Perjanjian Baru (Injil Yohanes, surat-surat kiriman Yohanes dan surat Wahyu).
Ditulis dalam 40 generasi lebih.
Jika satu generasi diperhitungkan 40 tahun, maka paling kurang ada 40 generasi dalam kurun waktu lebih dari 1500 tahun itu.
Ditulis oleh lebih daripada 40 penulis dari setiap tataran kehidupan termasuk raja-raja, petani kecil, filsuf, nelayan, penyair, negarawan, cendekiawan, dsb.:
Musa adalah seorang tokoh politik yang terlatih di pelbagai universitas di Mesir.
Petrus adalah seorang nelayan.
Amos adalah seorang gembala.
Yosua memainkan peranan sebagai seorang jenderal militer.
Nehemia adalah pembawa cawan minuman raja dalam masa pembuangan di
Daniel adalah seorang perdana menteri.
Lukas penulis Injil dan kitab Kisah Para Rasul itu adalah seorang dokter.
Salomo penulis yang sangat berhikmat itu adalah seorang raja.
Matius penulis Injil itu adalah seorang pemungut cukai sehingga
Paulus adalah seorang anggota Farisi. Demikianlah menyebutkan beberapa penulis sebagai contoh.
Ditulis di tempat yang berbeda-beda:
Bagian-bagian Alkitab itu tidak ditulis di satu tempat yang sama. Musa menulis sementara ia berada di
Ditulis pada masa yang berbeda:
Masa penulisan tiap kitab berbeda satu dari lainnya. Daud menulis pada masa peperangan. Sedangkan Salomo menulis dalam masa damai.
Ditulis dalam suasana yang berbeda:
Kitab-kitab itupun ditulis dalam suasana yang berbeda-beda.
Ditulis di tiga benua:
Wilayah penulisan kitab-kitab yang terdapat dalam Alkitab itu meliputi
Ditulis dalam tiga bahasa:
Ibrani adalah bahasa yang digunakan pada masa Perjanjian Lama. Dalam II Raja-raja 18:26-28 disebut sebagai “bahasa Yehuda” sementara dalam Yesaya 19:18 disebut “bahasa Kanaan.”
Bahasa
sehingga beberapa bagian kitab Daniel yang mengandung pesan yang ditujukan kepada bangsa non-Yahudi ditulis dalam bahasa
Bahasa Yunani adalah bahasa Perjanjian Baru, yang merupakan bahasa internasional (dipakai dalam wilayah dengan batas-batas Spanyol sampai dengan India Barat dan Jerman Selatan sampai dengan Afrika Utara) pada masa Yesus Kristus melawat dan tinggal di tengah dunia.
Memuat ratusan topik kontroversial.
Topik kontroversial adalah topik yang akan menimbulkan pelbagai pendapat yang menentangnya ketika topik itu disebut atau dibicarakan.
Geisler dan Nix mengungkapkannya sebagai berikut: “Sorga yang Hilang dalam Kejadian menjadi Sorga yang Ditemukan Kembali dalam Wahyu. Sementara gerbang menuju pohon kehidupan itu ditutup dalam kitab Kejadian, gerbang itu dibuka kembali untuk selamanya dalam kitab Wahyu.”
F. F. Bruce menuliskan pengamatannya: “Bagian tubuh manusia yang manapun dapat diuraikan dengan tepat hanya dalam hubungan dengan seluruh tubuh. Dan bagian Alkitab yang manapun dapat dijelaskan dengan tepat dalam hubungan dengan Alkitab secara keseluruhan.”
Bruce menyimpulkan: “Pada pandangan pertama, Alkitab nampak sebagai kumpulan sastera – terutama kesusasteraan Yahudi. Jika kita meneliti lingkungan demi lingkungan di mana pelbagai dokumen Alkitab itu ditulis, kita temukan bahwa dokumen-dokumen itu ditulis dalam masa yang berbeda-beda meliputi kurun waktu hampir 1400 tahun. Para penulis itu berkarya di pelbagai negeri, dari Itali di sebelah barat sampai dengan Mesopotamia dan mungkin
“Karena untuk semua orang yang memandang Alkitab tidak semata-mata sebagai suatu antologi; ada kesatuan yang mengikat seluruh bagian Alkitab itu menjadi satu. Suatu antologi dikumpulkan oleh seorang antolog, tetapi tidak ada seorang antolog pun yang telah mengumpulkan kitab-kitab itu menjadi Alkitab.”
Rangkuman kesinambungan Alkitab – perbandingan dengan Kitab-kitab Besar Dunia Barat.
Seorang yang mewakili Kitab-kitab Besar Dunia Barat datang ke rumah saya dalam rangka merekrut salesman untuk menjajakan seri buku yang mereka produksi. Ia membuka suatu bagan tentang seri Kitab-kitab Besar Dunia Barat. Ia pergunakan waktu
Saya menantangnya untuk memilih 10 saja di antara para penulis, semuanya dari lapisan masyarakat yang sama, satu generasi, satu tempat, satu masa, satu suasana, satu benua, satu bahasa dan hanya satu topik kontroversial (Alkitab berbicara tentang ratusan topik kontroversial yang memiliki keselarasan dan kecocokan).
Lalu saya bertanya kepadanya: “Apakah para penulis itu sefaham?” Ia berhenti sejenak lalu menjawab, “Tidak!” “Apa yang Saudara temukan?” saya menanyakan dengan nada tajam. Ia segera menjawab, “Hal yang campur aduk.”
Dua hari kemudian ia menyerahkan hidupnya kepada Tuhan Yesus Kristus (yang menjadi tema Alkitab).
Mengapa terjadi seperti itu? Sederhana sekali! Siapa saja yang dengan tulus mencari kebenaran akan sekurang-kurangnya mempertimbangkan sebuah kitab yang memiliki persyaratan unik di atas.
Bagian 3 : Unik dalam Peredarannya & Unik dalam Penerjemahannya
A. UNIK DALAM PEREDARANNYA
Pada dasarnya saya mengutip angka-angka yang disiapkan oleh pelbagai Lembaga Alkitab saja. Angka-angka ini tersedia dalam Encyclopaedia Britannica, Encyclopaedia Americana, One Thousand Wonderful Things About the Bible (Pickering), All About the Bible (Collett), Protestant Christian Evidences (B. Ramm) dan A General Introduction to the Bible (Geisler and Nix).
Penerbitan Alkitab
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : s.d. th. 1804 (Britain Bible Society)
Jumlah Alkitab : 409,000,000
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1928 (Gideons of
Jumlah Alkitab : 965,000
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : (National Bible Society – Scotland)
Jumlah Alkitab : 88,070,068
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : (Dublin Bible Society)
Jumlah Alkitab : 6,987,961
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : (German Bible Society, 1927)
Jumlah Alkitab : 900,000
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1930
Jumlah Alkitab : 12,000,000
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : s.d. th. 1932
Jumlah Alkitab : 1,330,213,815
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1947
Jumlah Alkitab : 14,108,436
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1951
Jumlah Alkitab : 952,666
Jumlah Perjanjian Baru : 1,913,314
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : 13,135,965
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1955
Jumlah Alkitab : 25,393,161
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : 1950 - 1960 (setiap tahun)
Jumlah Alkitab : 3,037,898
Jumlah Perjanjian Baru : 3,223,986
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : 18,417,989
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1963
Jumlah Alkitab : 54,123,820
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1964 (American Bible Society)
Jumlah Alkitab : 1,665,559
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : Lain-lain
Jumlah Alkitab : 69,852,337
Jumlah Perjanjian Baru : 2,620,248
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : 39,856,207
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1965
Jumlah Alkitab : 76,953,369
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Penerbit-Versi Terjemahan / Tahun : dalam th. 1966
Jumlah Alkitab : 87,398,961
Jumlah Perjanjian Baru : --
Jumlah Bagian Alkitab (kitab demi kitab, dsb.) : --
Alkitab telah dibaca oleh lebih banyak orang dan diterbitkan dalam lebih banyak bahasa dibandingkan dengan kitab-kitab lain. Lebih banyak jumlah eksemplar Alkitab secara lengkap, kitab demi kitab dan bagian-bagian tertentu yang telah dicetak dibandingkan dengan kitab lain yang manapun sepanjang sejarah.
Hy Pickering mengatakan bahwa sekitar 30 tahun yang lalu, agar Lembaga Alkitab British dan Manca Negara dapat memenuhi tuntutan kebutuhan akan Alkitab, maka lembaga tersebut harus menerbitkan “satu eksemplar setiap tiga detik dengan bekerja siang malam; 22 eksemplar setiap menit dengan bekerja siang malam; 1,369 eksemplar setiap jam dengan bekerja siang malam; 32,876 eksemplar setiap hari dalam satu tahun itu. Dan sungguh-sungguh menarik untuk diketahui bahwa jumlah Alkitab yang menakjubkan ini disebarkan ke pelbagai bagian dunia dalam 4,583 kotak dengan berat keseluruhan 490 ton
The Cambridge History of the Bible mencatat: “Tidak ada kitab lain yang tercatat telah mendekati peredaran seperti peredaran Alkitab yang demikian mantap.”
Memang benar komentar para kritikus yang berbunyi: “Hal ini tidak membuktikan bahwa Alkitab itu Firman Allah!” Namun fakta ini menunjukkan bahwa Alkitab itu unik.
B. UNIK DALAM PENERJEMAHANNYA
Alkitab adalah salah satu dari kitab-kitab utama yang diterjemahkan ke dalam bahasa lain (Septuaginta: terjemahan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani yang dikerjakan pada tahun 250 S.M.)
Alkitab telah diterjemahkan dan diterjemahkan lagi serta diterjemahkan dengan ungkapan-ungkapan yang secara gramatikal tidak terikat kepada teks aslinya, tidak ada kitab lain yang telah mendapat perlakuan seperti itu.
Encyclopaedia Britannica mengatakan bahwa “pada tahun 1966 seluruh Alkitab telah ada . . . dalam 240 bahasa dan dialek . . . salah satu kitab atau lebih yang menjadi bagian Alkitab itu diterbitkan dalam 739 bahasa lain, sehingga jumlah penerbitannya ada dalam 1,280 bahasa.”
Berdasarkan fakta yang ada, Alkitab itu unik (“tidak ada duanya”) dalam hubungan dengan penerjemahannya
Bagian 4 : Unik dalam Ketahanannya
A. Bertahan terhadap masa.
Sebagai karya yang ditulis pada bahan yang dapat hancur, yang mengalami proses penyalinan berulang kali selama ratusan tahun sebelum mesin cetak dibuat oleh manusia, Alkitab tidak kehilangan gayanya, ketepatannya dan keberadaannya. Alkitab, jika dibandingkan dengan karya tulis kuno lainnya, mempunyai lebih banyak naskah yang berfungsi sebagai bukti daripada 10 karya tulis klasik lainnya dijadikan satu.
John Warwick Montgomery mengatakan bahwa “untuk menjadi orang yang bersikap skeptis terhadap teks kitab-kitab Perjanjian Baru yang telah dihasilkan berdasarkan temuan naskah-naskah kuno, berarti mengizinkan semua peninggalan klasik beralih ke dalam kegelapan, karena tidak ada dokumen kuno lain dari masa kuno yang mendapat pembuktian bibliografis seperti Perjanjian Baru.
Bernard Ramm memberikan ulasan tentang ketepatan dan jumlah naskah-naskah alkitabiah:
“Orang-orang Yahudi memeliharanya demikian berbeda dibandingkan dengan pemeliharaan naskah-naskah lain. Dengan massora (parva, magna dan finalis) mereka mengadakan penghitungan atas setiap huruf, sukukata, kata dan paragraf. Mereka mempunyai kelompok khusus pria di dalam budaya mereka yang mempunyai tugas satu-satunya memelihara dan menyalin dokumen-dokumen yang secara praktis dengan ketepatan yang sempurna – para ahli kitab, ahli hukum, massoret (penulis yang menyimpan catatan-catatan penelitian dan penjelasan tentang teks Ibrani Perjanjian Lama yang disebut Massora, red.). Siapakah yang pernah menghitung huruf-huruf, sukukata dan kata-kata Plato atau Aristoteles?
John Lea dalam bukunya berjudul The Greatest Book in the World (Kitab Teragung di Dunia) membandingkan Alkitab dengan karya-karya Shakespeare:
"Pada suatu artikel yang termuat dalam North American Review, seorang penulis mengadakan suatu perbandingan yang menarik antara karya-karya Shakespeare dengan Kitab Suci, Perbandingan ini menunjukkan bahwa kepada naskah-naskah alkitabiah harus diberikan perhatian yang lebih besar daripada kepada tulisan-tulisan lain. Bahkan ketika ada kesempatan yang lebih besar untuk memelihara teks yang benar dengan cara menyimpan naskah-naskah cetak daripada ketika semua naskah masih harus ditulis tangan. Ia berkata:
“’Nampaknya ganjil bahwa naskah Shakespeare, yang ada selama kurang dari dua ratus delapan tahun, demikian tidak pasti dan rusak dibandingkan dengan naskah-naskah Perjanjian Baru, yang sekarang berusia lebih dari delapan belas abad, yang selama hampir lima belas abad ada hanya dalam bentuk naskah. . . . Mungkin dengan perkecualian dua belas atau dua puluh saja, sejauh ini teks setiap ayat Perjanjian Baru dapat dikatakan tidak diperdebatkan lagi berdasarkan persetujuan umum para cendekiawan, sehingga perbedaan yang ada tentang suatu bagian dari teks berhubungan dengan penafsiran kata bukan berhubungan dengan keraguan terhadap kata-kata itu sendiri. Namun, pada setiap bagian dari ketigapuluh tujuh drama karya Shakespeare itu mungkin terdapat ratusan variasi teks yang masih tetap diperdebatkan, sebagian besar di antaranya sangat mempengaruhi arti kalimat-kalimat yang ada di dalamnya.’ ”
B. Bertahan terhadap usaha penghancuran
Alkitab telah bertahan dalam menghadapi serangan-serangan musuhnya yang demikian ganas, keganasan yang belum pernah dialami oleh buku lain. Banyak orang yang telah berusaha untuk membakarnya, melarang pengedarannya, dan “menyatakannya sebagai kejahatan dari sejak zaman kekaisaran Romawi sampai dengan pemerintahan negara-negara moderen yang dikuasai oleh orang-orang Komunis.”
Sidney Collett dalam bukunya berjudul All About the Bible (Apa Alkitab Itu Sebenarnya) mengatakan, “Voltaire, orang kafir berkebangsaan Perancis terkenal yang meninggal pada tahun 1778 itu, pernah mengatakan bahwa dalam masa seratus tahun dari sejak masa hidupnya, Kekristenan akan tersapu habis dan berubah menjadi sekadar sejarah. Tetapi apakah yang telah terjadi? Voltaire telah berubah, kini hanya sebagai sejarah, sementara peredaran Alkitab terus bertambah luas sampai hampir ke seluruh bagian dunia ini, dengan membawa berkat ke tempat-tempat yang menjadi tujuan Alkitab itu berkelana. Misalnya, Katedral Inggris di Zanzibar dibangun di atas tanah yang semula adalah tempat Pasar Perbudakan Kuno, dan Meja Perjamuan ada di tempat tiang untuk mengikat budak yang harus didera! Dunia penuh dengan hal-hal seperti itu. . . . Seperti yang dengan tepat dikatakan oleh seseorang, ‘Mungkin juga usaha untuk menghentikan peredaran Alkitab itu ibarat kita menempelkan pundak kita pada roda matahari yang menyala-nyala dan berusaha untuk menghentikan peredarannya yang membara itu.’ ”
Tentang kesombongan Voltaire atas penghapusan Kekristenan dan Alkitab dalam masa 100 tahun, Geisler dan Nix menunjukkan bahwa “hanya dalam waktu
Dalam tahun 303 M., Diocletian mengeluarkan ketetapan (Cambridge History of the Bible, Cambridge University Press, 1963) untuk melarang orang-orang Kristen melaksanakan ibadah mereka serta menghancurkan Kitab Suci mereka: “. . . surat kerajaan diumumkan di mana-mana, yang isinya adalah memerintahkan agar gedung-gedung gereja dihancurkan sama sekali dan Kitab Suci dibakar, serta mencanangkan bahwa mereka yang mempunyai kedudukan tinggi akan kehilangan semua hak kewarganegaraann mereka, sementara itu mereka yang tinggal di rumah, apabila mereka bersikeras untuk mempertahankan pengakuan iman Kristen mereka, maka mereka tidak akan diberi kebebasan lagi.”
Ironi historik surat perintah untuk menghancurkan Alkitab tersebut, menurut catatan Eusebius, adalah bahwa surat perintah yang dikeluarkan 25 tahun kemudian oleh Constantine, kaisar penerus Diocletian, menyatakan agar 50 eksemplar Kitab Suci disiapkan dengan biaya dari pemerintah.
Alkitab itu unik dalam ketahanannya. Hal ini tidak membuktikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Namun fakta ini membuktikan bahwa Alkitab saja yang mampu bertahan di antara kitab-kitab lain. Siapapun yang sedang mencari kebenaran harus mempertimbangkan sebuah kitab yang mempunyai syarat-syarat unik di atas.
c. Bertahan terhadap kritikan
H. L. Hastings, sebagaimana dikutip oleh John W. Lea, memberikan ilustrasi demikian kuat tentang cara unik Alkitab untuk bertahan terhadap pelbagai serangan yang dilontarkan oleh kekafiran serta ketidakpercayaan:
“Orang-orang kafir selama seribu delapan ratus tahun telah berusaha untuk membantah kebenaran dan menggulingkan kitab ini, dan saat ini kitab ini masih berdiri tegak seperti batu karang. Peredarannya bertambah luas, dan saat ini lebih disayang dan lebih dihargai serta dibaca oleh lebih banyak orang dibanding pada masa-masa yang silam. Orang-orang kafir, dengan segala macam serangan mereka, telah menciptakan kesan tentang kitab ini seperti usaha seseorang yang berusaha menghancurkan Piramid-piramid di Mesir itu dengan sebuah palu untuk paku payung. Ketika raja Perancis menyarankan rencana penganiayaan terhadap orang-orang Kristen yang ada di kawasan kerajaannya, seorang negarawan dan pejuang tua berkata kepadanya, ‘Baginda, Gereja Allah adalah ibarat landasan besi yang telah menyebabkan banyak palu godam menjadi usang.’ Oleh karena itu, palu godam orang-orang kafir tak henti-hentinya menghantam kitab ini selama berabad-abad, namun ketika palu godam itu menjadi usang, landasan besi itu sendiri masih tetap berdiri tegar di tempatnya. Jika kitab ini bukan kitab dari Allah, maka manusia telah berhasil menghancurkannya sejak lama.
Bernard Ramm menambahkan: “Lebih dari seribu kali, lonceng kematian Alkitab telah dibunyikan, arak-arakan untuk pemakaman telah dibentuk, prasasti telah terukir pada batu nisan dan pengantar penguburan jenazah telah dibacakan. Namun, bagaimana pun juga jenazahnya tidak pernah terletak di dalam peti mati.
“Tidak ada kitab lain mengalami pukulan, pemotongan, penyaringan, penelitian dan penghinaan seperti Alkitab. Kitab apakah yang berkaitan dengan filsafat atau agama atau psikologi atau sastera kuno maupun moderen yang pernah mengalami serangan sehebat serangan terhadap Alkitab? dengan racun dan ketidakpercayaan seperti itu? dengan ketelitian dan pengetahuan yang demikian luas? atas setiap bab, kalimat dan prinsip?
“Alkitab masih disayang oleh jutaan orang, dibaca oleh jutaan orang, dan diselidiki oleh jutaan orang.”
Ungkapan yang biasa terdengar adalah “hasil-hasil yang pasti dari higher criticism [I/] (penelitian yang dilakukan atas Alkitab dengan tujuan mengokohkan fakta-fakta yang berhubungan dengan kepengarangan, tahun penulisan, juga penyediaan dasar untuk usaha penafsiran yang tepat),” namun sekarang para peneliti yang melakukan usaha tersebut telah berguguran di tepi jalur sejarah. Ambillah sebagai contoh, “Hipotesa Dokumenter.” Salah satu alasan dasar untuk pengembangan cara penelitiannya, selain pemakaian nama yang berbeda untuk menyebut Allah dalam kitab Kejadian, adalah bahwa Pentateukh (sebutan untuk kelima kitab pertama Perjanjian Lama) tidak mungkin telah ditulis oleh Musa seorang diri karena “hasil-hasil yang pasti dari[I] higher criticism” membuktikan bahwa tulis-menulis belum dikenal pada zaman Musa atau, andaikan ada pada zaman itu, kegiatan tulis-menulis itu dipakai sangat jarang. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Pentateukh itu adalah hasil karya tulis orang yang hidup jauh sesudah zaman Musa. Pikiran para peneliti itu terus berkembang: Penulis-penulis J, E, P, D adalah yang menyusun naskah-naskah itu menjadi satu.
Namun kemudian, beberapa orang peneliti menemukan “batu peninggalan hitam.” Prasasti yang tertera padanya berbentuk seperti mata kapak, memuat hukum Hammurabi yang demikian rinci. Apakah prasasti ini peninggalan dari zaman sesudah Musa? Tidak! Batu prasasti itu dari zaman pra-Musa; tidak hanya demikian, tulisan itu mendahului karya tulis Musa paling kurang tiga abad. Yang menakjubkan adalah, batu prasasti itu diperkirakan berusia lebih tua daripada Musa, yang diduga sebagai orang primitif yang belum mempunyai abjad.
Sindiran historis yang luar biasa! Hipotesa Dokumenter masih bertahan kuat, namun banyak di antara dasar aslinya (“hasil-hasil pasti higher criticism”) telah terkikis dan terbukti salah. “Hasil-hasil pasti higher criticism” mengatakan bahwa pada zaman Abraham tidak ada bangsa yang disebut Het, karena tidak ada catatan tentang bangsa itu selain dalam Perjanjian Lama. Tentu itu hanya sebuah mitos. Wah, nampaknya salah lagi. Sebagai hasil penemuan usaha arkeologis, sekarang tersedia ratusan referensi yang secara serempak menyatakan bahwa kebudayaan Het dikenal keberadaannya selama 1200 tahun. Keterangan lebih lanjut dapat dibaca dalam buku More Evidence That Demands a Verdict oleh pengarang yang sama (Josh McDowell).
Earl Radmacher, presiden Western Conservative Baptist Seminary, mengutip Nelson Glueck (diucapkan Glek), yang pernah menjadi presiden Jewish Theological Seminary pada Hebrew Union College di Cincinnati dan salah seorang dari tiga arkeolog terbesar, ketika berkata: “Saya mendengarkannya (Glueck) ketika ia berada di Temple Emmanuel di Dallas, dan mukanya berubah agak kemerah-merahan sambil berkata, ‘Saya telah dituduh bahwa saya mengajarkan pewahyuan Kitab Suci secara lisan dan mutlak. Saya ingin agar tidak ada orang yang tidak memahami bahwa saya tidak pernah mengajarkan hal seperti itu. Apa yang pernah saya katakan adalah bahwa dalam semua penelitian arkeologis yang saya lakukan saya tidak pernah menemukan bahwa satupun dari benda-benda peninggalan purbakala itu yang bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Firman Allah.’ ”
Robert Dick Wilson, orang yang dapat berbicara dengan lancar dalam lebih dari 45 bahasa dan logat tertentu, sesudah mengadakan penelitian atas Perjanjian Lama sepanjang hidupnya, menyimpulkan:
“Dapat saya tambahkan bahwa sebagai hasil penelitian saya selama empat puluh lima tahun atas Alkitab telah senantiasa menuntun saya kepada iman yang lebih kokoh tentang kenyataan bahwa di dalam Perjanjian Lama kita miliki catatan historis yang benar tentang sejarah bangsa Israel.”
Alkitab itu unik dalam menghadapi kritikan-kritikan yang dilontarkan kepadanya. Tidak dijumpai adanya kitab seperti itu di dalam semua khazanah sastera. Orang yang sedang mencari kebenaran pasti akan mempertimbangkan sebuah kitab yang memiliki persyaratan-persyaratan di atas.
Bagian 5 : Unik dalam Pengajarannya & Unik Pengaruhnya Atas Kepustakaan
A. Unik dalam Pengajarannya
Nubuat :
Wilbur Smith, yang memiliki perpustakaan pribadi dengan kapasitas 25 ribu jilid buku, menyimpulkan bahwa “apapun yang dipikirkan oleh seseorang tentang otoritas dan pesan yang disajikan di dalam kitab yang kita namai Alkitab, ada persetujuan yang diterima di seluruh muka bumi bahwa dalam banyak hal, tidak hanya dalam satu hal, Alkitab adalah sebuah jilid kitab yang paling menarik yang pernah dihasilkan umat manusia dalam kurun waktu masa perkembangan karya sastera sekitar lima ribu tahun.
“Ini adalah satu-satunya jilid kitab yang pernah dihasilkan manusia, atau sekelompok manusia, yang di dalamnya ditemukan sekumpulan nubuat yang sangat besar yang berhubungan dengan bangsa-bangsa secara individu, tentang Israel, tentang semua bangsa di dunia, tentang kota-kota tertentu, dan tentang kedatangan Pribadi yang akan menjadi Mesias. Dunia kuno mempunyai banyak alat untuk menetapkan masa depan, yang dikenal sebagai ilmu ramal, namun tidak terdapat di dalam keseluruhan literatur Yunani dan Latin, walaupun mereka menggunakan kata nabi dan nubuat, kita tidak dapat menemukan nubuat khusus yang secara nyata berhubungan dengan peristiwa besar bersejarah yang akan terjadi dengan tenggang waktu lama, ataupun nubuatan tentang seorang Juruselamat yang akan bangkit di tengah umat manusia. . . .”
Sejarah :
Dari I Samuel sampai dengan II Tawarikh ditemukan sejarah bangsa
Ahli arkheologi terkenal , Profesor Albright,mengawali karya tulis klasiknya yang berjudul The Biblical Period (Periode Waktu Alkitab) sebagai berikut:
“Tradisi bangsa Ibrani mengungguli tradisi bangsa-bangsa lain dalam hal memberikan gambaran yang jelas tentang asal-usul suku dan keluarga yang menjadi bagiannya. Di Mesir dan Babilonia, di Asyur dan Phoenicia, di Yunani dan Roma, kita tidak akan dapat menemukan sesuatu yang sebanding dengan itu. Tidak ada hal seperti tradisi itu di kalangan bangsa-bangsa Jermania (bangsa-bangsa yang tersebar di daratan Eropa). Demikian juga bangsa India maupun China tidak dapat menghasilkan sesuatu yang serupa itu, karena kenangan historis tertua mereka berupa peninggalan-peninggalan tradisi keturunan raja-raja yang sudah tidak terpelihara kebenarannya, tanpa ada jejak tentang gembala atau petani kecil yang melatar belakangi anak dewa atau raja yang menjadi awal dari catatan tentang mereka. Demikian juga di dalam tulisan-tulisan tertua sejarah bangsa India (Purana) atau di dalam sejarah Yunani tertua tidak ditemukan tanda tentang kenyataan bahwa kedua bangsa itu –Indo-Aryan dan Yunani– adalah pada mulanya bangsa pengembara yang kemudian beralih ke negeri mereka itu dari utara. Bangsa Asyur, secara pasti, hanya ingat dengan samar-samar bahwa penguasa-penguasa awal mereka, dengan nama-nama yang masih tetap mereka ingat namun tanpa dapat menyebutkan secara rinci perbuatan mereka, adalah orang-orang yang tinggal di tenda-tenda, namun dari mana asal mereka sudah lama terlupakan.
“Daftar Bangsa-bangsa” dalam Kejadian 10 adalah suatu catatan sejarah dengan ketepatan yang menakjubkan. Menurut Albright:“Catatan ini secara mutlak sangat menonjol di dalam literatur kuno tanpa ada yang menyamai sedikit pun bahkan di antara orang-orang Yunani. . . . ‘Daftar Bangsa-bangsa’ tetap merupakan dokumen yang sangat tepat. . . . (Itu) menunjukkan pemahaman yang sangat moderen tentang situasi etnik dan linguistik di dunia moderen, walaupun demikian rumit, sehingga para cendekiawan gagal untuk memperoleh kesan yang menakjubkan tentang pengetahuan sang penulis dalam hubungan dengan topik tersebut.”
Pribadi-pribadi
Lewis S. Chafer, pendiri dan mantan presiden Dallas Theological Seminary, mengungkapkan sebagai berikut: “Alkitab bukanlah sejenis kitab yang ditulis manusia seandainya ia dapat menulisnya, atau yang dapat ditulisnya seandainya ia mau menulisnya.” Alkitab menangani dosa tokoh-tokoh yang termuat di dalamnya dengan sangat terbuka. Bacalah buku-buku biografi modern, dan perhatikan bagaimana mereka berusaha menutupi,melupakan atau mengabaikan bagian yang kelam dari kehidupan manusia. Ambillah contoh pakar-pakar sastra besar, pada umumnya mereka dilukiskan sebagai orang-orang suci. Alkitab tidak melakukan hal seperti itu. Alkitab mengungkapkan segala sesuatu sesuai dengan apa adanya: Dosa-dosa bangsa
Dosa-dosa cikal-bakal bangsa Israel – Kejadian 12:11-13; 49:5-7
Para penginjil melukiskan kesalahan-kesalahan mereka sendiri dan kesalahan-kesalahan para rasul – Matius 8:10-26; 26:31-56; Markus 6:52; 8:18; Lukas 8:24-25; 9:40-45;Yohanes 10:6;16:32.
Kekacauan di gereja – 1 Korintus 1:11; 15:12; 2 Korintus 2:4; dsb.
Banyak orang akan berkata, “Mengapa mereka harus menuliskan dalam pasal itu tentang Daud dan Betseba?” Memang, Alkitab mempunyai kebiasaan untuk bertutur sesuai dengan apa adanya.
B. Unik Pengaruhnya Atas Kepustakaan di Sekitarnya
Cleland B. McAfee menulis di dalam The Greatest English Classic (Buku Klasik Inggris Terbesar): “Jika setiap Alkitab di dalam
Sejarawan Philip Schaff (The Person of Christ, American Tract Society, 1913) melukiskan dengan jelas keunikan Alkitab bersama dengan Juruselamat-nya: Yesus dari Nazaret ini, tanpa uang dan senjata, menaklukkan jutaan orang lebih banyak dibandingkan Iskandar Agung, Kaisar, Muhammad, dan Napoleon; tanpa ilmu pengetahuan dan pendidikan, Ia memberikan pengertian tentang banyak hal baik yang manusiawi maupun yang ilahi jika dibandingkan dengan usaha bersama semua filsuf dan cendekiawan; tanpa kefasihan yang diperoleh dari pelbagai sekolah, Ia mengungkapkan kata-kata kehidupan yang tiada taranya, baik sebelum ataupun sesudahnya, dan memberikan dampak di luar jangkauan orator atau pujangga; tanpa menuliskan sebuah kalimatpun, Ia menggerakkan lebih banyak pena untuk berkarya, dan menyediakan tema demi terciptanya lebih banyak khotbah, orasi,diskusi, berjilid-jilid buku berhikmat, karya seni, dan lagu-lagu pujian jika dibandingkan dengan seluruh tokoh besar baik dari zaman kuno maupun zaman moderen.”
Bernard Ramm menambahkan: “
Kenneth Scott Latourette, mantan sejarawan Yale, berkata: “Inilah bukti keunggulan-Nya, tentang pengaruh yang dihasilkan-Nya atas sejarah dan agaknya, tentang rahasia yang membingungkan mengenai keberadaan-Nya karena tidak ada seorang lainpun yang pernah hidup di planet ini telah menyebabkan dihasilkannya literatur yang demikian banyak di antara demikian banyak bangsa dan bahasa, dan bahwa, tanpa pernah surut sedikitpun, samudera literatur itu terus meluap.”
Kesimpulan yang Jelas
Hal-hal di atas membuktikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah, bagiku hal-hal itu membuktikan bahwa Alkitab itu unik (“berbeda dari kitab-kitab yang lain; tidak ada yang sama atau setara”).
Seorang dosen memberikan komentarnya kepada saya: “Jika Anda adalah seorang cendekiawan, Anda akan membaca sebuah kitab yang telah menarik lebih banyak perhatian dibandingkan kitab-kitab lain, jika Anda sedang berupaya untuk mencari kebenaran.”
CATATAN:
Alkitab adalah kitab agamawi pertama yang dibawa ke angkasa luar (dalam bentuk film mikro). Alkitab adalah kitab pertama yang dibaca yang menguraikan tentang asal mula bumi (para antariksawan membaca kitab Kejadian1:1 – “Pada mulanya Allah . . .”). Pikirkan, Voltaire mengatakan bahwa Alkitab akan hilang dari peredarannya pada tahun 1850.
Alkitab adalah juga salah satu dari antara kitab-kitab termahal (jika bukan yang termahal). Alkitab Vulgata Berbahasa Latin dari Gutenberg terjual mencapai lebih dari $100,000. Orang-orang Rusia menjual Kodeks Sinaitikus (Alkitab dalam salah satu bentuk awalnya) ke Negara Inggris seharga $510,000.
Dan pada akhirnya, telegram terpanjang yang dikenal dunia adalah Alkitab Perjanjian Baru Revised Version (Versi yang Diperbaiki), dikirim dari
Disalin dari :
http://www.greatcom.org/indonesian/apol ... _index.htm
Bagian 7 : Kanon Perjanjian Lama
Arti Kata Kanon
Kata kanon berasal dari akar kata “gelagah” (dalam bahasa Inggris cane; dalam bahasa Ibrani ganeh dan dalam bahasa Yunani kanon). “Gelagah” itu dipakai sebagai alat pengukur panjang dan pada akhirnya berarti “standar.”
Origen menggunakan kata “kanon untuk menyatakan apa yang kita sebut ‘hukum iman,’ patokan yang harus kita pakai untuk mengukur dan mengevaluasi . . .” Kemudian kata itu diartikan dengan “daftar” atau “indeks.” Kata “kanon” jika dipakai dalam hubungan dengan Kitab Suci berarti “daftar buku yang diterima secara resmi.”
Hal yang perlu diingat adalah bahwa gereja tidak menciptakan kanon atau buku-buku yang dimasukkan dalam sebuah buku yang kita sebut Kitab Suci. Sebaliknya, gereja mengakui bahwa buku-buku itu diwahyukan sejak semula. Kitab-kitab itu diwahyukan Allah pada saat kitab-kitab itu ditulis.
Kelayakan Buku Untuk Dikanonkan
Kita tidak dapat mengetahui dengan pasti kriteria apa yang dipakai oleh gereja pada tahap awal untuk memilih kitab-kitab kanonik. Mungkin ada
Kitab itu harus berotoritas – apakah berasal dari tangan Allah? (Apakah kitab ini hadir dengan ungkapan “demikianlah Firman Allah” yang bersifat ilahi?)
Apakah berasal dari para nabi? – apakah ditulis oleh manusia utusan Allah?
Apakah kitab itu otentik? (Bapa-bapa Gereja berprinsip “jika meragukan, buang saja.” Hal ini menambah “keabsahan ketajaman mereka di dalam memandang kitab-kitab kanonik.”)
Apakah kitab itu dinamik? – apakah kitab itu disertai oleh kuasa Allah yang mampu mengubah kehidupan manusia?
Apakah kitab itu diterima, dikumpulkan, dibaca dan dipergunakan? – apakah kitab itu diterima oleh umat Allah? Petrus mengakui karya Paulus sebagai Kitab Suci, setara dengan Kitab Suci Perjanjian Lama (II Petrus 3:16).
KANON PERJANJIAN LAMA
Faktor-faktor Penentu Kebutuhan Pengkanonan Perjanjian Lama
Sistem pengorbanan Yahudi berakhir dengan penghancuran Yerusalem dan Bait Allah pada tahun 70 M. Walaupun kanon Perjanjian Lama terpatri dalam benak orang-orang Yahudi jauh sebelum tahun 70 M., dirasakan adanya kebutuhan akan sesuatu yang lebih pasti. Orang-orang Yahudi tercerai-berai dan mereka perlu memastikan buku mana sajakah yang sebenarnya Firman Allah yang berkuasa. Hal ini disebabkan oleh beredarnya demikian banyak tulisan tambahan terhadap kitab suci serta desentralisasi yang terjadi. Orang-orang Yahudi menjadi suatu bangsa yang berpegang pada sebuah Kitab dan Buku itulah yang mempersatukan mereka.
Kekristenan mulai berkembang dan banyak tulisan orang Kristen mulai beredar. Orang-orang Yahudi perlu menyatakannya dengan tegas serta membuangnya dari antara tulisan-tulisan mereka dan dari pemakaian di sunagoge. Seseorang perlu demikian berhati-hati sehingga ia harus memisahkan kanon Kitab Suci Ibrani dari antara kumpulan literatur agamawi.
Kanon Ibrani
Berikut ini adalah susunan Perjanjian Lama berdasarkan pengkanonan Yahudi (diambil dari catatan ketika saya di seminari, namun dapat ditemukan dalam banyak buku seperti terbitan moderen Perjanjian Lama Yahudi. Periksalah juga The Holy Scriptures, berdasarkan Teks Massoretis dan Biblia Hebraica, Rudolph Kittel, Paul Kahle [penyunting]).
Hukum – (Torah)
1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan
Para Nabi (Neviim)
Nabi-nabi Terdahulu
1. Yosua
2. Hakim-hakim
3. Samuel
4. Raja-raja
Nabi-nabi Kemudian
1. Yesaya
2. Yeremia
3. Yehezkiel
4. Dua Belas Nabi
Sastera – (Ketuvim [Ibr.] atau Hagiografa [Yunani])
Kitab Puisi
1. Mazmur
2. Amsal
3. Ayub
1. Kidung Agung
2. Rut
3. Ratapan
4. Ester
5. Pengkhotbah
Kitab-kitab Sejarah
1. Daniel
2. Ezra-Nehemia
3. Tawarikh
Walaupun gereja Kristen memiliki kanon Perjanjian Lama yang sama, jumlah kitab yang ada di dalamnya berbeda karena kita membagi Samuel, Raja-raja, Tawarikh, dsb. masing-masing ke dalam dua buah kitab; orang-orang Yahudi juga memandang Nabi-nabi Kecil itu hanya sebagai sebuah kitab.
Urutan kitab-kitab dalam Perjanjian Lama pun berbeda. Perjanjian Lama yang dipakai oleh gereja Protestan disusun berdasarkan topik, bukan urutan resminya.
Kesaksian Kristus Tentang Perjanjian Lama
Lukas 24:44. Di ruang atas Yesus memberitahu murid-murid-Nya “bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.” Dengan kata-kata-Nya itu “Ia menunjukkan ketiga bagian yang dipakai untuk mengelompokkan Kitab Suci Ibrani – Taurat, kitab Para Nabi, dan kitab ‘Sastera’ (pada bagian ini yang disebut adalah kitab Mazmur mungkin karena kitab Mazmur adalah kitab pertama dan yang terpanjang dalam bagian ketiga ini).”
Yohanes 10:31-36; Lukas 24:44. Yesus tidak sependapat dengan tradisi lisan orang-orang Farisi (Markus 7; Matius 15), bukan tidak menyetujui konsep mereka tentang kanon Ibrani. “Tidak ditemukan bukti tentang adanya perdebatan di antara Dia dengan orang-orang Yahudi dalam hubungan dengan pengkanonan kitab Perjanjian Lama yang manapun.”
Lukas 11:51 (juga Matius 25:35): “mulai dari darah Habel sampai kepada darah Zakharia . . .” Pada bagian ini Yesus menegaskan kesaksian-Nya sampai pada batas kanon Perjanjian Lama. Habel, sebagaimana yang diketahui setiap orang, adalah orang pertama yang mati syahid (Kejadian4:8 ). Zakharia adalah orang terakhir yang disebutkan sebagai syuhada (dalam susunan Perjanjian Lama Ibrani. Perhatikan daftar di atas – butir2.), sesudah dirajam dengan batu sementara bernubuat di hadapan orang banyak “di pelataran rumah TUHAN” (II Tawarikh 24:21 ). Kejadian adalah kitab pertama dalam kanon Ibrani dan Tawarikh adalah buku terakhir. Yesus pada dasarnya berkata “dari Kejadian sampai dengan Tawarikh,” atau, berdasarkan susunan Alkitab kita, “dari Kejadian sampai dengan Maleakhi.”
Kesaksian Tambahan Penulis Alkitab
Catatan tertua tentang pembagian Perjanjian Lama ke dalam tiga kelompok ini ditemukan dalam pengantar kitab Pengkhotbah (130 S.M.). Pengantar yang ditulis oleh cucu sang penulis itu berbunyi sebagai berikut: “Taurat, dan Para Nabidan kitab-kitab lain leluhur kita.” Dalam pengantar itu ditemukan tiga pengelompokan Kitab Suci secara pasti.
Josephus, sejarawan Yahudi, (akhir abad pertama Masehi) menulis: “. . . dan betapa kokoh penghargaan yang telah kita berikan kepada kitab-kitab milik bangsa kita sendiri itu terbukti dari apa yang kita lakukan; karena selama berabad-abad yang telah berlalu, tidak ada seorangpun yang demikian berani untuk menambahkan sesuatu kepada kitab-kitab tersebut atau mengurangi sesuatu daripadanya, atau mengadakan perubahan atasnya; namun wajar bagi semua orang Yahudi, dengan segera dan sejak hari kelahiran mereka, memandang kitab-kitab tersebut sebagai kitab yang berisi ajaran ilahi, dan bertekun untuk melaksanakannya, dan, kalau keadaan menghendaki, bersedia untuk mati demi kitab-kitab itu. Karena tidak menjadi hal baru bagi orang-orang kami yang menjadi tawanan, mereka berjumlah besar, dan sering kali pada akhirnya, terlihat sebagai orang-orang yang berusaha bertahan untuk menanggung segala jenis siksaan dan kematian di arena, bahwa mereka sendiri tidak diizinkan untuk terpaksa mengucapkan sebuah kata yang bertentangan dengan hukum kami, serta catatan-catatan yang memuatnya. . . .”
Talmud
Tosefta Yadaim 3:5 berbunyi: “Injil dan kitab-kitab yang dimiliki para bidat tidak membuat tangan kotor; kitab-kitab Ben Sira dan kitab-kitab apapun yang telah ditulis sejak masa hidupnya tidak merupakan kitab yang layak dikanonkan.”
Seder Olam Rabba 30 berbunyi: “Sampai saat ini [masa Iskandar Agung] para nabi bernubuat melalui Roh Kudus; dari sejak sekarang dan seterusnya, sendengkanlah telingamu dan dengarkanlah kata-kata orang bijak.”
Talmud Babilonia, Traktat “Sanhedrin” VII-VIII, 24: “Sesudah zaman nabi-nabi yang terakhir seperti Hagai, Zakharia, dan Maleakhi, Roh Kudus meninggalkan
Melito, Bisop di Sardis, menyusun daftar tertua kanon Perjanjian Lama yang dapat kita ketahui tahun penulisannya (170 M.)
Eusebius (Ecclesiastical History IV.26) menyimpan komentar-komentar yang pernah diberikannya.
Melito mengatakan bahwa ia telah memperoleh daftar yang dapat dipercaya itu ketika ia sedang ada dalam perjalanan di Suriah. Komentar-komentar Melito dituliskan dalam suratnya kepada Anesimius, seorang temannya: “Nama-nama kitab itu adalah sebagai berikut . . . Lima Kitab Musa: Kejadian, Keluaran, Bilangan, Imamat, Ulangan. Yesus Naue, Hakim-hakim, Ruth. Empat buah kitab Kerajaan, dua kitab Tawarikh, Mazmur Daud, Amsal Salomo (juga disebut kitab Hikmat), Pengkhotbah, Kidung Agung, Ayub. Tentang kitab Para Nabi: Yesaya, Yeremia, Dua Belas Nabi dalam sebuah kitab, Daniel, Yehezkiel, Ezra.”
F. F. Bruce memberikan komentarnya: “Nampaknya Melito menyatukan Ratapan dengan Yeremia, dan Nehemia dengan Ezra (walaupun tentu menimbulkan pertanyaan apabila kita temukan bahwa ia menghitung Ezra di antara para nabi). Dalam hal itu, daftarnya memuat semua kitab yang ada di dalam kanon Ibrani (yang disusun menurut susunan Septuaginta), dengan perkecualian kitab Ester. Ester mungkin tidak dimasukkan di dalam daftar yang diterimanya dari orang-orang yang menjadi sumber informasi di Suriah.”
Pembagian ke dalam tiga kumpulan teks Yahudi yang ada saat ini (dengan 11 kitab dalam kitab Sastera) berasal dari Mishnah (traktat Baba Bathra, abad ke-5 M.)
Kelayakan Buku Untuk Dikanonkan dalam Perjanjian Baru
Faktor dasar untuk menetapkan sifat kanonik Perjanjian Baru adalah pewahyuan oleh Allah, dan ujian utamanya, kerasuliannya.
Geisler dan Nix menjelaskan lebih lanjut hal tersebut:
“Di dalam istilah Perjanjian Baru, gereja ‘dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi’ (Efesus 2:20) yang berdasarkan janji-Nya, akan Kristus pimpin ke dalam ‘seluruh kebenaran’ (Yohanes 16:13) melalui Roh Kudus. Dikatakan bahwa gereja di Yerusalem tetap bertekun ‘dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan’ (KPR2:42 ). Istilah ‘rasuli’ pada saat dipakai untuk menguji kekanonan tidak perlu diartikan ‘ditulis oleh rasul,’ atau ‘yang dipersiapkan di bawah arahan para rasul. . . .’
“Nampaknya lebih baik apabila kita menyetujui pandangan Gaussen, Warfield, Charles Hodge, dan sebagian besar kaum Protestan bahwa yang menjadi ujian primer atas kekanonan adalah otoritas rasuli, atau persetujuan dari para rasul, bukan semata-mata dikarang oleh para rasul.”
N. B. Stonehouse menulis bahwa otoritas rasuli “yang berbicara lantang dalam Perjanjian Baru tidak pernah terpisah dari otoritas Tuhan. Di dalam surat-surat kiriman ada pengakuan yang tetap bahwa di dalam gereja hanya ada satu otoritas absolut, otoritas Tuhan sendiri. Di manapun para rasul berbicara dengan otoritas, mereka bertindak demikian sebagai perwujudan pendayagunaan otoritas Tuhan. Jadi, misalnya, ketika Paulus mempertahankan otoritasnya sebagai seorang rasul, ia mendasarkan pernyataannya semata-mata dan secara langsung pada amanat yang diberikan Tuhan kepadanya (Galatia1 dan 2 ); ketika ia menyandang wewenang untuk mengatur gereja, ia memohon otoritas Tuhan bagi kata-katanya, bahkan ketika tidak ada firman Tuhan yang secara langsung telah disampaikan (I Korintus14:37; bd. I Korintus 7:10). . . .”
Buku-buku Kanonik Perjanjian Baru
Mengapa perlu menetapkan pengkanonan Perjanjian Baru? Tiga buah alasan:
Seorang penyesat, Marcion (140 M.), menetapkan kanonnya sendiri dan mulai menyebarluaskannya. Gereja perlu menangkal pengaruhnya dengan jalan menetapkan yang manakah kanon Perjanjian Baru yang sebenarnya.
Banyak gereja Timur menggunakan buku-buku dalam kebaktian mereka, dan buku-buku itu palsu. Hal itu memerlukan keputusan untuk menetapkan kanon.
Undang-undang Diocletian (303 M.) mencanangkan penghancuran kitab-kitab suci milik orang Kristen. Siapakah yang rela mati hanya untuk sebuah kitab agamawi? Mereka perlu tahu!
Athanasius dari Aleksandria (367 M.) memberikan kepada kita daftar tertua kitab-kitab Perjanjian Baru yang sama dengan daftar Perjanjian Baru kita saat ini. Daftar tersebut dicantumkannya dalam
Tidak lama sesudah Athanasius, dua orang penulis, Jerome dan Agustinus, mendefinisikan pengkanonan ke-27 kitab itu.
Polikarpus (115 M.), Clement dan orang-orang lain mengacu kepada kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan ungkapan “sebagaimana dikatakan dalam kitab-kitab suci ini.”
Justin Martyr (100-165 M.), mengacu kepada Perjamuan Kudus, menulis di dalam kitabnya berjudul First Apology 1.67: “Dan pada hari yang disebut Minggu ada perkumpulan di suatu tempat dari semua orang yang tinggal di kota-kota dan di pedesaan, dan riwayat para rasul atau tulisan para nabi dibacakan, sesuai dengan waktu yang tersedia. Lalu ketika sang pembaca selesai membacakannya, pemimpinnya memberikan nasihat dan undangan untuk mengikuti hal-hal baik ini.” Ia menambahkan dalam Dialoguenya dengan Trypho (h. 49, 103, 105, 107) ungkapan “
Irenaeus (180 M.)
F. F. Bruce menulis tentang pentingnya Irenaeus: “Pentingnya bukti terletak pada hubungannya dengan zaman rasul-rasul dan di dalam hubungan-hubungan oikoumenisnya. Ia dibesarkan di Asia Kecil di bawah kaki Polikarpus, murid Yohanes, ia menjadi bisop di Lyons di Gaul, pada tahun 180 M. Tulisannya memberikan pengesahan pada pengakuan kanonik atas keempat Injil dan Kisah Para Rasul, atas surat Roma, I dan II Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, I dan II Timotius, dan Titus, atas I Petrus dan I Yohanes dan atas surat Wahyu. Di dalam perjanjiannya, Against Heresies, III,ii,8, terlihat jelas bahwa pada tahun 180 M. gagasan tentang Injil empat sekawan itu telah menjadi demikian jelas di seluruh lingkungan Kekristenan sehingga dapat diacu sebagai fakta yang sudah kokoh, yang demikian jelas dan tidak dapat dihindari dan demikian wajar sebagaimana keempat mata angin pada kompas (sesuai dengan namanya) atau keempat penjuru angin.”
Ignatius (50-115 M.): “Saya tidak berharap untuk memberikan perintah kepada Sau-dara seperti yang dilakukan Petrus dan Paulus; mereka adalah rasul. . . .” Trall.3.3.
Konsili Gereja. Keadaannya sama dengan Perjanjian Lama (bd. B,6, Konsili Jamnia). F. F. Bruce menyatakan bahwa “ketika pada akhirnya Konsili Gereja – Sinode Hippo pada tahun 393 M. – menetapkan daftar kedua puluh tujuh kitab Perjanjian Baru, sinode itu tidak memberikan kepada konsili itu otoritas yang tidak mereka miliki, namun hanya mencatat pengkanonan yang sudah ada dan sudah mapan. (Ketetapan Sinode Hippo ini diumumkan kembali empat tahun kemudian oleh Sinode Ketiga di Kartago.)” Sejak saat itu, tidak pernah ada keraguan yang serius tentang ke-27 kitab Perjanjian Baru yang telah diterima baik oleh kalangan Katolik Roma maupun kalangan Protestan.
Apokrifa Perjanjian Baru
Surat Kiriman kepada Orang-orang Korintus (96 M.)
Homili Kuno, juga disebut Surat Kedua Klemen (120-140 M.)
Gembala Hermas (115-140 M.)
Didakhe, Pengajaran Dua Belas Rasul (100-120 M.)
Wahyu Petrus (150 M.)
Kisah Paulus dan Thekla (170 M.)
Injil menurut Orang Ibrani (65-100 M.)
Surat Polikarpus kepada Orang-orang Filipi (108 M.)
Tujuh
Dan masih banyak lagi lainnya.
-end-
Disalin dari :
http://www.greatcom.org/indonesian/apol ... _index.htm